Wednesday, January 8, 2014

Tentang Stigma Autisme: Institution Visit, Youth for Autism

Hari ini saya berkesempatan mengunjungi acara Institution Visit, dari Youth for Autism, sebuah gerakan yang bergerak dalam pro terhadap anak dengan gangguan spktrum autis. Institution Visit ini merupakan rangkaian acara Youth for Autism, di mana tahun-tahun sebelumnya pernah ada gelakan Walk for Autism, ke Bundaran HI kalau tidak salah. Saat itu saya tidak berkesempatan mengikuti gerakannya, padahal seru sekali bisa jalan-jalan dan mengenal dengan anak penyandang autis.

Anyway, Institution Visit ini tentu diadakan di sebuah institusi, yakni Sekolah Mandiga (Mandiri dan Bahagia), sebuah sekolah anak-anak penyandag spektrum autisme yang berlokasi di Jl. Puri Mutiara 14 Cipete, Jakarta Selatan. Saya ke sana dengan angkutan umum biru M20 dari Ciganjur hingga Jl. Raya Ragunan, lalu meneruskan dengan angkot merah S11 ke arah lebak bulus. Angkot merah ini melewati persis di depan Sekolah Mandiga.

Sekolahnya bagus, memang seperti rumah orang biasa namun dihiasi dengan ruang-ruang kelas. Sekolah ini salah satu pendirinya adalah Mbak Adriana, salah satu bakal calon Dekan Psiko UI 2014, yang sekarang menjadi salah satu Wakil Dekan Psiko UI. Mungkin kapan-kapan bisa magang di sini, hehe.

Kenapa saya tertarik dengan anak autis? Saya bukan tertarik dengan (hanya) anak autis, tapi saya tertarik dengan disabilitas. Mungkin jika mendengar kata disable, banyak yang menantang "hayo, apa bedanya dengan impairment?". Singkat dari saya sih, impairment merupakan bahasa inggris dari kerusakan. Jadi memang ada suatu bagian yang rusak pada seseorang. Nah, biasanya impairment inilah yang menyebabkan disabilitas atau ketidakmampuan. Misalnya seseorang dengan kerusakan pada telinga, maka dia memiliki disabiitas dalam mendengar.

Anak-anak dengan spektrum autis ini mengalami disabilitas. Maka, kita perlu untuk tidak memandang dengan sebelah mata, anak-anak penyandang autis ini. Bantulah jika kamu menemukannya sebagai orang asing maupun keluargamu. Serta jangan lupa bersyukur memiliki jiwa dan raga yang normal, memiliki sanak saudara yang normal.

Mungkin kamu sering mendengar autis itu anak yang sukanya main sendiri, seakan punya dunia sendiri, makanya kamu suka mengatai teman kamu yang misalnya suka main gadget sendiri atau sibuk sendiri  dengan autis. Hati-hati kawan, menjadi anak penyandang autis itu berat lho (Pemateri Youth For Autism, 2014). Ketika kamu sudah mengetahui, sekarang tidak lagi kamu sembarangan memakai kata autis ya? :)

No comments:

Post a Comment

Popular Posts