Wednesday, October 24, 2012

Senang dan Sedih: Kuota Kebahagiaan

Entah kenapa, saya percaya banget kalo orang bilang "jangan ketawa terus, nanti akhir2nya nangis loh" "nanti kalo paginya kesenengan, malemnya sedih loh." Awalnya emang ga percaya, tapi entah kenapa selalu terjadi di hidup saya. Bukan sugesti, bahkan saya gak sadar setelah menelusuri ulang apa yang terjadi seharian. Misalnya, saya sedih, banget saat malam hari, lalu saya mengingat kembali apa yang saya lakukan seharian, ternyata seharian itu saya lagi seneng banget. Karena kejadian seperti itu sering sekali terjadi, saya jadi berasumsi bahwa kita, well, ada teori yang mungkin bisa menjelaskan hal itu.

(source)
Habis senang lalu sedih, jika pagi sedih, maka nantinya akan senang. Hal ini entah kenapa selalu terjadi untuk saya sendiri. Nah, menurut saya, hal ini terjadi karena dua teori (yang gw cari-cari sendiri, hehe). Ya, ini cuma ocehan saya saya. Boleh didengerin, boleh engga. Boleh percaya, boleh engga. Hehe.

Yang pertama, saya menyebutnya teori batas. Sebenarnya teori ini ada di psikologi tapi saya lupa sebutan kerennya apa (._.). Kinda tip of the tounge. Jadi dalam teori ini, saya menganggap bahwa kondisi emosi manusia itu seperti garis vertikal. Jika manusia senang, ia berada pada batas atas, dan ketika sedih, ia berada pada batas bawah. Nah, kondisi ini menentukan besar kecilnya manusia bereaksi terhadap apa yang kemudian datang. Misalnya, ketika ia sedang dalam kondisi senang cukup di atas, ketika ia mendapatkan suatu yang well, bisa disebut kurang membahagiakan. Ia akan 'jatuh' dari posisinya, dan saat itupun ia sedih.

Semakin tinggi ia berada, semakin parah juga nantinya ia akan merasakan sedih. Tapi apabila ia tidak merasakan terlalu senang, ketika ia bertemu suatu hal, ia tidak terlalu merasa sedih. Jadi jika dalam fenomena yang saya sebutkan tadi, ketika orang sudah terlalu bahagia di awal, ketika ia sedikit menemukan sesuatu yang sedih atau mengecewakan, ia akan sangat sedih. Begitu pula sebaliknya. Jika awalnya ia sangat sedih, maka ia akan lebih mudah untuk menjadi jauh lebih senang. Maka hati-hati dalam memposisikan diri, lebih baik tidak jauh-jauh dari batas tengah, sehingga tidak mengalami lonjakan-lonjakan emosi.

Yang kedua, saya menyebutnya teori kuota kebahagiaan. Jadi, saya menganggap bahwa setiap orang diberikan kuota kebahagiaan masing-masing. Allah menciptakan di dunia ini berpasang-pasangan. Laki-laki dan perempuan, kaya dan miskin, kanan dan kiri, begitu juga dengan senang dan sedih, bangga dan kecewa. Allah menciptakan keseimbangan di dunia ini dengan adanya pasangan tersebut.

Dalam hal senang dan sedih, tentu Allah pasti ingin hambanya berbahagia, tapi, Allah juga ingin hambanya selalu ingat padaNya, ingat pada kematian yang menunggunya. Makanya kadang kita diberikan kesedihan. Kalau kita sedih, kita selalu memikirkan banyak hal kan? Maka dari itu, Allah memberikan kita semacam kuota kebahagiaan, agar kemudian hambaNya teringat bahwa ia harus mensyukuri apa yang telah membuatnya senang dan bahagia, dan memohon ampun atau bersabar ketika dalam kondisi yang sedih. Agar hidup ini seimbang. Hidup gak bisa datar-datar aja dong. Hehe.

Bukan berarti Allah ingin membuat hambaNya menderita dengan memberikan kesedihan. Siapa bilang sedih itu bukan berarti tidak bahagia. Sedih itu tanda kuatnya iman. Takut mati, merasa berbuat dosa.  Asal seidhnya bukan karena hal-hal yang sangat duniawi, misalnya putus pacar, atau apa gitu. Justru orang beriman yang bersedih, itu disampingnya ada malaikat yang menemani, menenangkannya. Bahagia bukan, ditemani malaikat? Hehe.

Yah, segini saja ocehan saya. Maaf kalau random banget. See you ;)

No comments:

Post a Comment

Popular Posts