Saturday, September 22, 2012

Kunjungan ke SLB-C: Mereka Punya Harapan :)

Psikologi Pendidikan Anak Luar Biasa adalah nama mata kuliahnya. Sebenarnya, term anak luar biasa ini masih sering diperdebatkan, sekarang ini yang lebih tepatnya adalah Anak Berkebutuhan Khusus. Pada pertemuan pertama kuliah Psi ALB, kami mahasiswa di kelas pilihan ini diminta untuk berdiri satu persatu dan menceritakan mengenai pengalaman berinteraksi dengan Anak Berkebutuhan Khusus yang membuat kami tertarik untuk memilih mata kuliah pilihan ini. Sayapun bingung dan langsung mikir, ternyata selama ini saya tidak pernah berinteraksi langsung dengan anak-anak yang berkebutuhan khusus

Seperti mata kuliah lain di psikologi, mata kuliah ini juga tidak kalah tugasnya. Tugas kelompok mata kuliah ini adalah membuat laporan mengenai beragam kebutuhan khusus anak-anak. Tugas kelompok saya adalah mengobservasi anak-anak dengan mental retardasi ringan.Mental retardasi atau yang disebut keterbelakangan mental adalah gangguan kognitif di mana, otak anak tidak bisa berfungsi secara normal. Anak-anak ini memiliki IQ yang di bawah rata-rata, dan sulit dalam belajar, memproses informasi, akibatnya kemampuan motorik anak berkurang dan gangguan lainnya adalah sulitnya melakukan kegiatan adaptif seperti memakai baju sendiri, mandi sendiri, dan sebagainya. Mental retardasi terbagi berdasarkan tingkat keparahannya, dari yang paling parah hingga yang tidak terlalu parah yakni, MR profound, severe, moderate, dan mild. IQ di bawah 70 sudah termasuk mentl retardasi ringan atau Mild.

Senin, 17 September 2012

Hari ini, kami melakukan kunjungan ke SLB Wimar Asih yang terletak di pejaten, Jakarta Selatan.  Kami telah mendapatkan izin untuk melakukan observasi di SLB C Wimar Asih. Selagi kami menunggu pihak sekolah yang akan mengantar kami berkeliling, kami megobrol sebentar dengan dua anak yang sedang lowong.  Sebelumnya, kedua teman kami telah survey ke tempat ini dan berkata bahwa disini welcome sekali, dan ternyata benar. Baik dari pihak sekolah hingga anak-anaknya, ramah. Aku sendiri tak meyangka hal ini.

"Halo kakak!" Salah satu anak tak dikenal menghampiri kami. Ia langsung bersalaman dengan kami. Saat itu jam istriahat sekolah. Anak ini perempuan, ia merupakan penderita down syndrome. Penyakit kekurangan satu kromosom X ini memang dapat menyebabkan retardasi mental. Aku kira, anak-anak ini akan susah sekali diajak berinteraksi. Aku bahkan sempat takut jika ada anak yang mengamuk. Iya, anak psikologi macam apa aku yang takut sama anak-anak disable. Tapi hari ini mengubah persepsi ku. Anak ini malah mudah sekali terbuka dan bercerita mengenai sekolahnya di sini, meskipun cara bicaranya tidak senormal anak biasa, dan wajahnya juga unik, seperti penderita down syndrome lainya. Saya mendapatkan bahwa, pada anak mental retardasi ringan, kebanyakan mereka tidak memiliki kekurangan dalam ineraksi sosial, malah menurut saya di dalam hal itulah kelebihan mereka. 

Di sekolah ini, memang mungkin pelajaran akademis tetap berjalan, meskipun anak-anak ini memang mengalami kesulitan dalam hal tersebut. Namun, anak-anak ini juga diberi pengayaan keterampilan di luar akademis, seperti belajar perilaku adaptif, belajar kesenian, tari, karya tangan, musik, outbound, dan sebagainya. Bahkan mereka menjual hasil karya tangan anak-anak. Anak-anak di sekolah ini juga sering juara tari dan drumband, tentunya yang disandingkan dengan sekolah SLB juga.

Mereka juga memiliki cita-cita. Banyak dari mereka yang menyatakan bahwa mereka ingin kuliah. Pada anak-anak yang sedang menari atau bermain drumband, mereka berkata ingin menjadi penari atau pemain musi terkenal. Mereka lebh dilatih untuk megembangkan kemampuan hardskill seperti menjahit, merajut, membuat karya flanel dan tanah liat. Tujuannya, agar mereka nantinya bisa menghidupi diri sendiri melalui keterampilannya. 

Orangtua mereka pada awalnya memang kecewa dan sedih, bahkan marah pada Tuhan mengapa memberikan anak keterbelakangan mental yang seperti ini. Mereka juga malu pada masyarakat disekitarnya karena kondisi anak mereka. Pada akhirnya, setelah kami mewawancara beberapa orangtua, mereka menyatakan sudah menerima anak mereka dan terus mendorong anak-anaknya agar bisa mandiri dan nantinya bisa hidup sendiri. Mereka punya harapan, anak-anak ini punya harapan :)

Mungkin bagi kita yang syukurnya tidak mengalami atau memiliki kerabat yang mengalami keterbelakangan mental perlu bersyukur, dan tidak memandang buruk pada penyandang keterbelakangan mental. Orang-orang seperti ini dan keluarganya butuh dukungan dan bantuan dari kita. Terimalah mereka di dalam masyarakat. Mereka itu sama-sama manusia kayak kita, sama-sama makan nasi. Hanya saja mereka spesial, unik, extraordinary :)


NB: Maaf ya gak nyantumin referensi. Males. Hehe.

No comments:

Post a Comment

Popular Posts