Judul : The Geography of Bliss
Penulis : Eric Weiner
Penerjemah : M. Rudi Atmoko
Penerbit (edisi Indonesia) : Qanita
Cetakan I : November 2011
Tebal : 512 hlm
"Perjalanan itu bersifat
pribadi. Kalaupun aku berjalan bersamamu, perjalananmu bukanlah perjalanku."
Paul Thereoux (dalam Eric Weiner, the Geography of Bliss)
Buku ini mengisahkan mengenai seorang penggerutu yang
melakukan perjalanan keliling dunia untuk mencari negara paling bahagia. Rasa
penasaran terhadap negara apa yang menjadi kesimpulannya bisa menjadi
pertimbangan anda dalam membeli buku ini. Begitu juga dengan sinopsis yang
berada di belakang buku yang menuliskan bahwa isi buku ini merupakan campuran dari
psikologi, sains dan humor, mungkin akan menarik bagi anda yang tertarik pada 3
bidang tersebut. Eric merupakan seorang jurnalis yang bekerja di NPR (National
Public Radio), dan pernah bekerja di New York Times. Nama belakangnya, Weiner,
yang seirama dengan kata 'pengeluh' atau ‘perengek’ (whiner) dalam bahasa Inggris, cocok dengan karakternya yang ia
ceritakan sendiri di dalam buku ini.
Perjalanan pertama Eric di awali dari Belanda, di mana
kebahagiaan adalah angka. Di sana Eric menemukan data statistik mengenai
tingkat kebahagiaan negara-negara di seluruh dunia dan dengan database tersebut
ia menjelajahi negara lain. Apakah dengan berpikir tentang mencari
kebahagiaan justru membuat orang tidak bahagia? Karena Di Thailand,
kebahagiaan adalah tidak berpikir. Apakah kebahagiaan merupakan pencapaian
paling akhir? Karena seseorang yang Eric temukan di India mengatakan bahwa
Cinta merupakan hal yang lebih jauh dan besar daripada kebahagiaan karena cinta
dapat membawa anda pada kebahagiaan itu sendiri. Tapi, terkadang cinta juga
dapat menyakitkan. Hal yang kontradiktif. Bagi India, kebahagiaan adalah
kontradiksi. Bagaimana dengan agama? Dengan bergantung pada Dewa atau Tuhan
apakah membuat diri kita aman dan merasa bahagia? Tapi beberapa orang
mengatakan kebahagiaan bukan dari Tuhan, melainkan adalah hasil dari usaha kita
sendiri. Seperti uang, yang merupakan hasil dari usaha manusia. Apakah uang
yang dapat membuat manusia bahagia? Sebuah tulisan pada rambu yang Eric baca
saat ia berada di Bhutan berbunyi:
Ketika pohon terakhir ditebang
Ketika sungai terakhir
dikosongkan
Ketika ikan terakhir ditangkap
Barulah manusia akan menyadari
bahwa dia tidak dapat memakan uang.
Apakah keberhasilan membuat anda bahagia? Karena menurut
orang Islandia, justru kegagalan adalah kebahagiaan. Karena jika anda bebas untuk
gagal, maka anda bebas untuk mencoba, dan itu bisa membuat anda bahagia.
Sayangnya tidak banyak orang menyukai kegagalan. Kebanyakan orang mencari
kesempurnaan. Padahal, memberi ruang sedikit pada ketidaksempurnaan mungkin akan
membuat anda lebih bahagia. Perjalan Eric ke beberapa negara dalam buku ini ia
akhiri di negaranya sendiri, pulang, ke Amerika, di mana kebahagiaan adalah
rumah.
Wawasan yang luas, observasi yang tajam, penggambaran yang
hidup dan realistis, juga pembahasaan yang kritis dan seru akan membuat pembaca
terus merasa terkesan di setiap lembaran bukunya. Erik bisa membuat sarkasme
menjadi sesuatu yang lucu namun mengena. Pengeluh (lebih ke pengritik), namun
ia bisa mengambil banyak insight dari
setiap perjalanannya, dan membuat penyimpulan yang apik. Tak heran jika buku
ini termasuk New York Times Best Seller, karena bisa membuat pembaca
mengangguk-anggukkan kepalanya. Walaupun begitu, bagi anda yang kurang tertarik
dengan sejarah atau fakta, akan sedikit bosan dengan informasi yang kaya
mengenai kebudayaan, tradisi dan semacamnya. Buku ini memicu pembacanya utnuk
berpikir kritis, dan bisa memunculkan diskusi panjang seperti, apakah anda
bahagia? Apa yang membuat anda bahagia? Di mana tempat yang paling bahagaia
menurut anda? Apakah Indonesia merupakan negara yang bahagia? Apa kebahagiaan
menurut orang Indonesia? Semua pertanyaan ini bisa muncul setiap membaca
lembaran buku ini.
Pada akhirnya, mungkin memang tidak ada tempat yang disebut
'paling membahagiakan'. Kebahagiaan suatu negara kembali lagi tergantung
masyarakatnya menganggapnya. Misalnya unsur Karbon, karbon adalah unsur dasar
dari kehidupan. Disusun demikian rupa, karbon bisa menjadi air, di ubah
lagi, ia bisa menjadi intan, ataupun arang. “Penataanlah yang membedakan”. Begitu
pula dengan kebahagiaan sebuah bangsa, adalah tergantung bagaimana masyarakat
'menyusunnya'. "Surga bagi seseorang bisa jadi neraka bagi orang
lain". Ketika bagi seseorang, menikmati produk coklat sudah membuatnya
bahagia, anda tidak bisa men-judge sebaliknya
terhadap dia. Kata tokoh psikologi, Mihalyi Csikszentmihalyi, "Ketika
seseorang berkata dia sangat bahagia, maka orang lain tidak berhak mengabaikan
pernyataannya atau menafsirkan sebaliknya".
waw
ReplyDelete