Monday, May 27, 2013

Tentang Masa Depan yang Itu

Satu topik yang biasanya orang-orang seumuran saya mengatakan bahwa topik ini masih terlalu jauh untuk di pikirkan, yaitu, tentang masa depan yang itu. Ok, sebut saja, maksudnya adalah masa depan pasca menikah. Pernikahan. Pada liqo Sabtu saya yang lalu, kami akhirnya membahas mengenai topik ini karena mentor saya mengatakan bahwa, tidak, topik ini tidak masih terlalu jauh untuk dipikirkan. Benar juga, saya sudah 19 tahun, bisa saja, ya, bisa saja saya menikah dua tahun lagi, seperti ibu saya, dan itu bukan waktu yang masih lama.

Kami pun membahas mengenai apakah ketika menikah nanti, kami sebagai perempuan akan mengemban amanah sebagai ibu rumah tangga dan juga wanita karir sekaligus? Atau hanya salah satunya? Ketika giliran saya menjawab pertanyaannya, saya menjawab bahwa saya tentu akan bekerja dan juga menjadi ibu rumah tangga yang baik. Saya menyukai berkegiatan, saya menyukai belajar, saya menyukai hal baru, dan saya menyukai berinteraksi dengan orang lain. Menurut saya jika saya hanya menjadi ibu rumah tangga, saya akan menjadi, isitilahnya understimulated karena sepertinya tidak banyak hal seperti yang saya sebutkan di atas yang dapat saya lakukan jika hanya mengerjakan pekerjaan rumah dan mengasuh anak.

(source)
Sotil bengeeet. Saya berbicara itu semata-mata bercermin pada ibu saya yang setiap hari bekerja dari pagi hingga sore, namun tetap bisa mengasuh anak-anaknya dengan baik. Masih kuat untuk masak saat subuh, dan merapikan rumah saat malam hari. Sungguh, ibu saya wanita yang sangat kuat dan luar biasa. Dan jika beliau bisa, kenapa saya tidak? kata saya. 

Dan benar saja, pekerjaan terbaik seorang wanita adalah menjadi ibu. Surga berada di telapak kaki ibu, bukan istri, bukan wanita karir. Bukan berarti kita tidak diperbolehkan untuk bekerja, namun, perlu diingat bahwa ketika kita bekerja pun, sesibuk apa dan sepenting apa kita dalam pekerjaan kita, kita harus tetap mementingkan anak-anak kita, bagaimana menjadi ibu yang baik. Karena pekerjaan kita sebagai wanita, sesungguhnya adalah itu. Jika saya menyebut kita, maksudnya adalah perempuan ya :)

Selain itu, keputusan mengenai apakah nantinya akan bekerja setelah menikah juga harus dipertimbangkan bersama calon suami kita nanti. Karena "Tidaklah seorang wanita masuk surga selain ia menutup aurat, menjaga sholat, dan menuruti suami". Maka dari itu, ada baiknya, sebelum menikah, terlebih dahulu lakukan diskusi terkait rencana setelah menikah, dengan calon suami. Tidak enak rasanya jika kita nantinya ingin bekerja, tapi setelah menikah suami bersikeras untuk melarang kita bekerja, dan kita tidak bisa melawan kata suami. Istri durhaka jadinya. Wait, bukan berarti kita harus sepenuhnya tunduk kepada suami seperti itu. Kita masih dianugerahkan logika dan mulut untuk berbicara. Sampaikanlah secara asertif apa yang kita harapkan kepada suami, bukan untuk melawan perintahnya, tapi untuk menegakkan hak kita yang mungkin dilupakan suami atas alasan yang subjektif.

Ya Allah. Suara "masih terlalu jauh..." itu bergema lagi di kepala. Saya rasa saya harus menangkisnya. Bisa saja memang masih terlalu jauh waktu saya untuk hal itu. Tapi memang ada baiknya untuk tidak menolak membahas dan mempelajari hal ini. Overprepared lebih baik daripada underprepared kan?

#InsightMentoring

No comments:

Post a Comment

Popular Posts