Monday, May 20, 2013

I Already Know That

Pernah tidak, kamu berada dalam "I already know that" moment? Momen itu ketika kamu lagi ngobrol bareng teman-teman trus membicarakan suatu hal yang menurut teman-temanmu adalah info baru, padahal kamu sudah mengetahuinya. Tapi sayangnya, kamu gabisa bilang "Aku udah tau itu!" atau "I already know that!" Dan kamu kemudian terjebak untuk meneruskan percakapan dengan berusaha menampilkan tampang 'baru tau'.

Kenapa sampe gak bisa bilang? Kadang memang ada hal-hal yang benar-benar bisa menekan kamu untuk tidak melakukan suatu tindakan di lingkungan sosial. Manusia cenderung ingin diterima di dalam lingkungan sosialnya sehingga manusia berusaha untuk melakukan hal-hal yang diterima oleh masyarakat. Saya rasa, dengan mengatakan "Aku sudah tahu itu!" dalam beberapa konteks akan membuat berkurangnya atau hilangnya penerimaan tersebut. Saya sendiri sering sekali merasakan dan mengalami momen seperti itu dan saya termasuk orang yang cukup concern dengan penerimaan diri di lingkungan sosial. Alasan-alasan yang saya rasa sesuai dengan yang saya alami yaitu:

Pertama, takut dikira sombong (sok pintar). Ini commonsense banget sih. Orang yang sudah tahu terlebih dahulu dibandingkan orang lain mungkin akan dianggap lebih pintar. Dan sepertinya, di negara kolektivis seperti ini, jika kita mengemukakan kepintaran kita sendiri, besar kemungkinan akan dikira sombong. Contohnya, kamu dan teman-temanmu sedang membicarakan mengenai suatu hasil penelitian baru yang ternyata kamu sudah baca sebelumnya. Tiba-tiba kamu bilang "eh iya gue tau tuh, gue pernah baca, katanya...blablabla", terus kemudian teman-temanmu bilang "ciyeee, tau deh yang pinter". Kemudian kamu bingung....

Kedua, takut dikira terlalu kepo. Haha. Ini masalah besar banget ya. Saat ini akses informasi sudah sangat luas. Coba deh sekali-sekali googling diri sendiri. Nah, adanya akses ini membuat orang-orang punya persepsi bahwa semakin tahu seseorang, maka ia semakin banyak melakukan akses ke informasi. Baik itu dalam hal informasi pengetahuan, sampai informasi pribadi seseorang. Makanya, kadang kalau kita ketahuan mengetahui mengenai informasi seseorang, kita akan dibilang: kepo!. Padahal bisa saja memang akses ke informasi tersebut terlalu mudah, bahkan memang diberikan sehingga orang lain bisa tahu dengan mudahnya. Kepo sendiri merupakan term 'keingintahuan tinggi' yang entah darimana asalnya. Contohnya, kamu tahu temanmu baru saja memenangkan sebuah lomba. Memang ia tidak banyak memberitahukan secara langsung ke orang lain, namun ia menulisnya dalam sebuah jejaring sosial. Kebetulan kamu melihatnya, dan besoknya kamu mengucapkan selamat. Karena temanmu itu merasa ia tidak pernah membicarakan hal ini, maka ia pun 'merasa dicari informasinya' dan ia pun berkata "wah kok tau sih, kepo ya!" instead of "terima kasih..."

Ketiga, takut dipersepsi berbeda. Apalagi yang berhubungan dengan lawan jenis. Biasa, manusia kan gak bisa berhenti berfikir. Dan fikiran itu kadang larinya cepat sekali. Apalagi kalau sudah ada konsep yang melekat didalamnya. Contohnya, orang lain punya konsep bahwa jika seseorang tahu tentang kehidupan seorang lawan jenis, akan dikira punya hubungan dekat dan biasa diasosiasikan dengan hubungan berbau romance. Ketika kamu sedang membicarakan seorang lawan jenis dengan teman-temanmu, kemudian teman-temanmu membicarakan informasi tentang orang tersebut, namun kamu tahu informasi tersebut salah. Lalu kamu bilang, "eh bukan tau, dia itu begini begini begini..." dan teman-temanmu malah berkata "ciyeee, kamu tau aja sih, suka ya?" Kemudian terjadi awkward moment. Apalagi kalo sampai orang yang kamu bicarakan tahu bahwa kamu tahu tentang dia. Padahal dia sendiri yang pernah memberitahumu informasi dirinya. Hal ini berkaitan dengan poin nomor dua tentang kepo, di mana sering orang mengasosiasikan bahwa jika kita tahu mengenai informasi orang lain, maka kita akan dikatakan kepo. Jadi, ada skema seperti ini: Kamu mengetahui informasi --> kamu dibilang kepo --> muncul salah persepsi (misalnya untuk lawan jenis, dianggap suka, atau 'ada rasa').

Kejadian-kejadian di atas itu true story lho. Kenapa hidup saya serba salah ya. Tapi, memang kejadian-kejadian seperti itu sangat tergantung lingkungan sosial tempat kita berinteraksi. Mereka itu siapa dan apa latar belakang mereka, karena bisa segitu berpengaruhnya. Ada yang memang tidak berespon secepat itu. Ada yang memang terbuka terhadap informasi baru dengan menunda konflik konsep yang sudah ada di kepala. Ada yang memang tidak mudah percaya ketika sedang ngobrol-ngobrol gosip seperti itu, sehingga tidak mau berkomentar lebih lanjut. Lebih baik sih, emang jangan ngegosipin orang, nanti ghibah, hehe.

Tapi disamping itu, senang juga ya rasanya kalau kamu sudah mengetahui suatu informasi duluan, kemudian kamu bisa mendeteksi adanya kebohongan dari orang lain. Cari sendiri aja contohnya, hehe.

"Ha! I already know that. And you're lying" :))

*ini hanyalah sepik belaka, boro-boro pake literatur :')

No comments:

Post a Comment

Popular Posts