Friday, November 9, 2012

Perpisahan

Mereka akhirnya mencapai puncak dari tangga menara tua itu. Di sana terdapat dua gerbang yang berhadapan. Mereka tahu, kedua gerbang itu adalah gerbang menuju dunia yang berbeda. Pintu gerbang yang kiri merupakan jeruji besi hitam yang ramping dan berdempet. Cahaya keunguan memancar dari celah jerujinya dan di atasnya terdapat rangkaian kata yang terbuat dari emas bertuliskan "Mopimilia". Pintu gerbang di sebelah kanan terbuat dari deretan kayu tua yang terlihat rapuh, namun kuat. Di atasnya terukir kata "Fashira" dalam huruf kuno yang artistik. Cahaya oranye menembus celah dan lubang bekas gigitan rayap gerbang kayu tersebut. Kedua manusia itu terdiam, mengamati pintu yang akan masing-masing mereka lewati.
"Jadi, di sini kita akan berpisah?" tanya Rose, lalu membalikkan badan ke pria di belakangnya.
"Sepertinya begitu," kata Derry seraya mengamati kedua gerbang, kemudian beralih menghadap Rose. "Kedua dunia ini sudah menunggu kita." 
Rose menghela napas, tertunduk dan memejamkan mata. Terlihat setetes air mengalir di pipinya.
"Hei, ada apa?" Derry panik, jarang sekali ia melihat wanita menangis.
"Aku tidak ingin berpisah denganmu," kata Rose dengan suara yang sedikit bergetar.
Terjadi keheningan sejenak. Hanya ada suara dengungan kecil dari pancaran cahaya setiap gerbang. Suara bisikan dari dunia di baliknya.
"Sungguh, aku juga tidak ingin," kata Derry. "Tapi kita harus."
"Perjalanan ini membuatku merasa dekat dengamu, aku merasa memiliki... teman."
"Kau memang temanku, Rose!"
"Apakah kau benar-benar harus pergi ke Mopimilia?" tanya Rose.
"Orang-orang sudah menungguku disana."
"Apakah aku boleh ikut denganmu?"
"Orang-orang di Fashira akan kehilanganmu," kata Derry. "Lagipula, Mopimilia sangat berbahaya, kami sedang dalam perang besar!"
"Aku tahu kau akan melindungiku di sana, aku akan aman," bujuk Rose.
"Aku memang akan melindungimu, tapi orang yang ingin menyakitimu akan lebih banyak dan kejam."
"Apakah kau seorang raja di sana?" tanya Rose, sambil mencoba mengatur napasnya.
"Bukan," Derry berhenti sejenak. "Tapi aku ingin menjadi raja."
"Apa enaknya menjadi raja? Aku ini putri di Fashira, aku akan menjadi ratu, tapi aku bahkan tidak ingin menjadi ratu!" bibir Rose bergetar.
"Tidak perlu memaksakan untuk menjadi pemimpin, yang penting kau menjadi diri sendiri."
Rose kembali kembali menangis dengan menundukan wajahnya. Derry mengambil tangan Rose, menggenggam dan mengecupnya. Dirasakannya tangan Rose yang dingin dan gemetar.
"Tolong.. jangan lupakan aku," ujar Rose sambil terisak.
"Tidak akan pernah."
"Bagaimana agar aku bisa terus mengingatmu?" Rose menarik napas sambil sesenggukan. "Bagaimana agar kita tidak melupakan satu sama lain?"
"Apakah langit di Fashira terlihat bintang?" tanya Derry.
"Banyak sekali, aku suka bintang!" jawab Rose, sedikit bersemangat.
"Tiap malam, lihatlah bintang paling terang di langit timur."
"Tapi bintang itu banyak sekali! Akankah aku bisa melihatnya?"
"Jangan hanya melihat, tapi perhatikan. Perhatikan bintang yang lebih besar daripada yang lain, berwarna sedikit merah, dan bintang itu berkedip seperti detak jantung!" kata Derry, sangat meyakinkan. "Itu bintang favoritku, tapi aku belum memberinya nama. Saat aku kembali, akan kuberi nama Rose, ingat itu, dan aku akan melihatnya setiap malam."
Rose memandang Derry, kemudian tersenyum kepadanya. Ia sudah berhenti menangis. Derry masih menggenggam tangannya, dan melihat mata biru Rose masih berkaca-kaca. Sedih dirasakannya, namun senyuman Rose mengalahkan kesedihan itu.
"Apakah kita akan benar-benar melihat bintang yang sama?" Rose ragu.
"Sesungguhnya dunia ini hanya satu dan kita hanya berada dalam satu lingkaran yang sama walaupun jauh antar sisinya. Aku yakin bintang itu adalah bintang yang sama, walau kita tidak melihatnya dalam waktu yang sama."
Rose tidak mengalihkan pandangannya dari mata Derry. Ia tidak percaya mata hijau yang begitu indah ini tidak akan dilihatnya lagi. Kemudian kedua pintu gerbang itu terbuka dengan sendirinya. Pertanda bahwa ahli dunianya sudah siap. Sinar menyilaukan berwarna oranye dan ungu saling bertabrakan.
"Ini saatnya," ujar Derry tegas.
"Aku bahagia pernah bertemu denganmu, Derry. Kupikir ini takdir."
"Aku percaya takdir."
"Aku tidak akan melupakanmu, semoga kita akan bertemu lagi."
Derry hanya mengangguk sambil tersenyum, lalu menghapus jejak air mata Rose dengan jarinya. Perlahan mereka berjalan mundur dan saling melepaskan genggaman tangan menuju gerbang masing-masing. Kedua cahaya yang semakin terang kemudian berpadu dan melahap mereka ke dalamnya. Menara tua itu kembali hening seperti semula. 
***
Kedua manusia itu tidak pernah bertemu lagi. Namun setiap malam, mereka melihat bintang yang paling bersinar di langit timur, berwarna kemerahan dan berkedip seiring dengan detak jantung mereka, hingga bintang itu padam.

4 comments:

  1. aaaaa Syakiiii, ini cerbung atau apa? cerita lainnya manaaa? #SyakiAttack

    ReplyDelete
  2. Sebenernya aku terinspirasi dari kamu Mel *muka memerah*, semacam Flash Fictionmu, hehe. Ini ga ada sambungannya, tp sedang progress bikin cerita2 lain :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. semua flash fiction yang ada di blog ku itu karna aku iseng buat lomba bikin flash fiction yang sering diadain nulisbuku.com (tapi ga pernah menang, eh, belum, mudah2an hehe)
      kamu follow twitternya aja Syak. seru loh itu, bikin flash fiction dalam waktu setengah jam. kadang2 kalo lagi stress, bukannya ngerjain tugas aku malah bikin FF itu. ga terasa tau2 udah sejam aja berlalu (itu ada 2 sesi biasanya, jadi total 1 jam)

      Delete
  3. waaah seru kayaknya, makasih infonya Mel :D

    ReplyDelete

Popular Posts