Thursday, November 2, 2017

Untung Saja Menikah

Aku berfikir, melihat fenomena jaman sekarang ini, banyak anak-anak muda yang begitu dekat sekali terjerumus dalam bahaya virus merah jambu. Virus merah jambu memang wajar, tapi pasti ada bahayanya, dan mereka begitu dekat dengan hal itu. Jadi, kalau aku melihat ada anak-anak yang sudah pacaran lama, bermesra-mesraan lama, lalu menikah, saya sendiri entah kenapa merasa lega begitu, "untung mereka menikah". Bisa jadi kan salah satu ada yang sudah dirugikan lalu mereka tidak jadi menikah? Bisa jadi pula keduanya melakukan hal-hal yang tidak seharusnya sebelum menikah? Makanya saya berfikir, "Untung saja mereka menikah".

Image result for children couple photography

Di satu sisi aku sangat bersyukur sekali mereka sudah menikah, sudah halal. Namun di lain sisi aku memikirkan kalau mereka punya anak, duh, kayaknya jangan dulu deh. Aku merasa mereka belum matang, belum siap, masih labil. Aku tidak berhak menjudge, tapi tentunya dari postingan-postingan mereka di medsos aku bisa menilai seperti apa mereka kan? Seawam-awamnya aku sebagai anak psikologi, pasti mengerti 'usia mental' seseorang dari postingan media sosialnya.

Bingungnya, sudah jadi budaya orang Indonesia kalau ada orang menikah langsung ditanya "sudah isi?". Tak jarang pula yang menjudge "jangan menunda anak, nanti sulit punya anak". Seakan Tuhan jahat banget kalau nunda anak apapun alasannya, jadi dipersulit. Jadinya orang yang baru menikah merasa tidak nyaman, dan siap ga siap mereka memutuskan punya anak. Aku sebenarnya kasihan, mereka dipaksa melakukan sesuatu yang mereka sendiri belum paham resikonya.

Memang, dalam agama kita memang tidak boleh takut punya anak, karena Allah akan menjamin rezekinya. Tapi bukan masalah keuangan, toh biasanya anak-anak itu juga sudah mapan, bahkan lebih mapan daripada orangtuanya, tapi ini masalah tanggung jawab agama, moral, dan pendidikan anaknya. Aku melihat anak zaman sekarang begitu ingin eksis di sosial media, ingin berkeliling dunia, masih belum mengerti jati diri. Jadilah banyak anak-anak yang ditelantarkan (secara emosi), tidak memiliki kedekatan emosional dengan orangtuanya, karena orangtuanya begitu workaholic atau sosialita. Meskipun, anak-anak itu hidup dalam kecukupan dan pendidikan yang baik, namun ia menjadi bully di sekolah atau bergaul dengan anak-anak yang kurang baik, tidak paham moral dan agama. Ketika mereka dewasa mereka juga menjadi anak-anak yang aku bilang "untung saja mereka menikah". Cycle-nya jadi berputar-putar.

Tapi, besides all of that. Lagi-lagi, untung saja mereka sudah menikah. Daripada punya anak tapi belum menikah. Hehe.

Sorry, Old Me

Aku ini orangnya penyayang. Maksudnya teh suka "sayang" sama hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan atau sejarah hidup. Jadinya, anaknya suka hoarding, mengumpulkan barang-barang lama sampai bulukan dan gak tau gunanya buat apa, karena sayang untuk dibuang. Akupun juga merasa tidak rugi untuk menyimpan semua barang itu, toh semuanya berkesan, menyimpan cerita dibaliknya, mengingatkan pada memori.

Image result for writing diary.png
(source)

Aku punya diary kecil, dulu namanya orji, dan hits banget di kalangan anak SD. Orji yang kertasnya bagus-bagus lucu-lucu aku koleksi dan ditukarkan dengan teman-teman aku. Tapi kertas yang biasa saja dan banyak, aku jadikan buku diary. Jangan salah, dulu aku rajin sekali menulis diary. Meskipun dulu aku bodoh dan lugu (tapi tetap imut), dan gak bisa mengambil insight dari apa yang terjadi dalam hidup, aku begitu tulus dalam menuliskan hal-hal yang terjadi dalam sehari-hariku. Saat kubuka kembali orji masa kecilku, terkadang aku tertawa sendiri "bodoh, begini doang ditulis". Aku lebih banyak menulis bagaimana kegiatanku dari bangun pagi sampai tidur, dibandingkan apa yang aku alami hari itu. But hey, bebas toh? namanya juga anak kecil. Ya meskipun dulu aku anak kecil bodoh, aku ingat kok dulu ada teman aku yang lebih rajin lagi setiap hari nulis diary nya panjang banget kayak novel. Tapi, menulis diary itu menyenangkan sekali.

Disamping kebodohan itu aku melihat di sekeliling orjiku, begitu banyak tempelan-tempelan kolase yang menghias buku orjiku. Bahkan aku sampai kagum sendiri, "dulu aku bisa ya bikin begini?". Begitu detail dan rapi karayaku di orji itu. Aku jadi ge-er, ternyata aku ada bakat kreatif (tsaah). Yah, ga nyangka aja dulu aku bisa bikin prakarya seperti itu, kepikiran dari mana gitu. 

---

Hari ini aku sedang membersihkan file laptopku. Kebetulan laptopku baru saja sembuh dari rusak yang cukup lama dan sekarang sudah kembali bisa digunakan seperti laptop baru (caiillaaah). Aku melihat file-file lamaku. Aku dulu suka menulis cerpen, tidak banyak yang aku publish di blog, kebanyakan cerpen-cerpen gagal menang lomba di koran atau blog competition. Pada intinya, banyak yang aku simpan sendiri. Tapi entah mengapa aku heran sendiri, iseng aku baca satu dua cerpenku, aku merasa tidak pernah menulis itu. Aku merasa membaca tulisan orang lain, tapi yang gaya bahasa dan penulisannya sama denganku. Kadang bahkan aku terharu atau tertawa sendiri membaca yang katanya tulisanku itu.

---
Bahkan aku baru ingat, aku punya blog yang lain selain ini, yang merupakan kumpulan puisi-puisi buatanku. Lagi-lagi, aku tak percaya kalau aku pernah membuatnya. Aku seperti, "apa ya yang dulu aku pikirkan?". Kubaca satu dua, tak menyangka bagus juga. Ada juga sih yang aneh dan terlalu dipaksakan, tapi ternyata kumpulan puisi itu bisa dibilang cukup banyak untuk memenuhi suatu blog yang sepi. Kalian bisa lihat halaman itu di dashboard My Other Pages.

---
Sungguh aku heran. Pertama, apakah dulu aku memang orang yang cukup kreatif dan produktif sehingga bisa membuat karya-karya yang bahkan diriku sekarang tidak percaya aku bisa membuatnya.
Kedua, apakah diriku yang dulu tidak kecewa dengan aku yang sekarang? Pemalas, tidak termotivasi, mudah menyerah, dan paling penting, tidak produktif. Plakk.

Duh ada yang bisa tampar aku?

Hehe.. maaf ya aku yang dulu, aku yang sekarang terlalu sibuk, seakan semua badan digerakkan bukan oleh otak, tapi oleh dengkul. Otaknya hampir mati, mengerjakan rutinitas, yang juga tidak terlalu ia cintai. Semoga kamu tidak kecewa ya, aku yang dulu.

Popular Posts