Friday, October 21, 2016

Nanti Aja di Surga

Postingan ini aku buat saat berada di Taxi menyusuri jalanan di kota Jakarta. Aku sendiri di taxi, apa lagi sih yang bisa aku lakukan selain melihat ke jendela mobil dan melihat jalanan?

Saat aku sedang melalui sebuah kawasan elit di Jakarta, tentu aku mengagumi rumah-rumah besar yang indah dipandang.  Ada yang bertema modern, antik, minimalis, dan natural, tapi semuanya besar dan bagus-bagus. Aku gak pernah iri sama yang punya rumah kayak gitu, karena toh aku tidak tau kerja keras mereka untuk bisa mendapatkannya. Yang aku bisa hanyalah berharap dan meningkatkan semangat menjalani hidupku untuk punya rumah seperti itu.

Tapi tentu aku bukan orang yang sebegitu optimis. Beberapa meter setelah aku keluar dari daerah perumahan elit itu aku juga berfikir, bagaimana jika aku tidak akan pernah mendapatkan rumah mewah itu di dunia ini? Mungkin memang itu bukan rejeki aku? Atau mungkin saja Allah tau kalau aku akan sombong jika punya rumah seperti itu?

Setelah dipikir-pikir, kalau aku terlalu berharap untuk mendapatkan rumah seperti itu dan akhirnya aku tidak dapat, tentu sedihnya bukan main. Namun di saat aku membayangkan bahwa aku akan sedih karena tidak bisa dapat rumah bagus, aku ingat bahwa Allah SWT. menjanjikan kehidupan dan rumah yang indah di Surga. 

Aku ingat hidup ini sementara, kalaupun tidak mendapatkan apa yang kita inginkan, masih ada kehidupan kekal selanjutnya. Tapi memangnya aku bisa dapat kehidupan enak di akhirat? Aku jadi merinding. Ah, lebih baik saat ini aku fokus beribadah, enak-enaknya nanti aja di Surga. Karena buat apa rumah sebagus itu tapi nantinya kita akan hidup selamanya di tempat lain? Ah, bisa aja sih punya rumah bagus seperti di kawasan elit Jakarta dan punya rumah bagus juga di Surga. Tapi aku akan tetap prioritaskan yang ke-dua, kalau-kalau aku ga sanggup. Bismillah..

Wednesday, October 12, 2016

Tentang Senyuman di Hatimu

Ada orang, yang ketika sakit atau sedih, dia menangis, mengeluh, bahkan membenci dunia. Ia merasa dirinya salah, menyalahkan orang lain. Ia menolak tangan-tangan orang lain yang membantunya, selalu merasa kurang. Tak jarang ia malah menyakiti orang lain, dengan rengutannya.

Tapi ada orang, yang ketika sakit atau sedih, ia tetap tersenyum, bahkan masih bisa membuat orang lain tersenyum. Meski pedih di hatinya, ngilu fisiknya, ia tak tunjukkan air matanya kepada dunia. Ia tak ingin dunia turut bersedih. Meski tak ada tangan-tangan yang membantunya, ia tetap mampu berdiri tegap, dan tersenyum.

Yang kupahami, ternyata senyuman itu bukan berasal dari wajah, tapi berasal dari hati.

Agar Tiada Hutang di Antara Kita

Hi bloggers, apa kabar? 

Sudah lama aku terpikirkan mengenai hal ini. Mengenai hutang. Jadi, aku merasa (atau kamu ngerasa juga mungkin?), sekarang sudah tinggal segelintir orang yang bisa dipercaya untuk kita pinjamkan uang/barang. Bukannya aku ga mampu/ pelit, tetapi kebanyakan orang sekarang tidak berpikir untuk segera mengembalikan apa yang ia pinjam kepada kita. Aku sudah sering kali mengalami kejadian ini, mulai dari kehilangan baju, buku, hingga uang karena meminjamkan kepada orang yang bilangnya 'membutuhkan'. Meskipun patut aku syukuri juga aku belum pernah terjerat kasus kehilangan uang berjuta-juta karena penipuan hutang (amit-amit ya Allah), tapi kejadian-kejadian hutang kecil pun banyak merugikan aku.

Normalnya, orang yang berhuntang/meminjam itulah yang bertanggung jawab untuk mengembalikan barang yang dipinjamnya. Seharusnya ia yang aktif untuk mengembalikan barang pinjaman tersebut. Tapi entah kenapa orang-orang jaman sekarang seperti tidak ada rasa bersalah sama sekali ketika sedang berhutang kepada orang lain. Santai banget. Malah, orang yang meminjamkan yang seringkali mengingatkan hutangnya untuk dibayar. Mungkin kalau barangnya memang jarang dipakai sama pemiliknya ya bisa dimaklumi. Tapi kalau pemiliknya sering menggunakannya, kan jadi repot. Apalagi masalah uang. Haduh. 

Sedihnya, terkadang hal ini dilakukan oleh teman-teman kita sendiri. Apalagi yang sudah merasa dekat dengan kita, jadi malah lebih santai. Padahal yang tadinya aku percaya sama dia, malah jadi ga enakan gara-gara ada hutang itu. Bahkan aku pernah bela-belain ke ATM (jaman ATM masih jauh dari rumah) buat transfer ke seorang teman yang katanya butuh urgent, eh hampir setahun dia gak balik-balikin. Padahal jumlah uangnya itu gak sedikit lho, meski akhirnya dia kembalikan juga setelah aku berkali-kali hubungi dia (yang seringkali di ignore). Sedih rasanya. Bener deh, sekarang gak sedikit orang yang seperti itu. Jangan heran kalau nanti suatu saat ada yang mau berhutang dengan aku, aku mikir-mikir dulu ya, walaupun aku sangat percaya sama orang itu. Sumpah, bukan karena pelit, kalau aku mampu sih aku berikan. Tapi karena sudah banyak hal yang merugikan aku karena hutang-hutang itu, jadi berfikir dua kali dan terkadang aku tolak jika tidak begitu urgent.

Padahal yah, untuk aku pribadi, aku itu sensitif banget sama yang namanya berhutang-piutang. Aku akan selalu punya catatan lengkap, aku berhutang apa/berapa kepada siapa. Meskipun hanya 500 rupiah! Bahkan walaupun aku jarang ketemu dengan orang yang aku pinjam barang/uangnya, eventually aku akan tetap bayar hutang kecil itu meski dia sudah lupa, itupun gak bakal sampai berbulan-bulan. Karena aku sendiri takut, kalau tiba-tiba aku mati di jalan dan belum bayar hutang. Minimal catatanku bisa dibuka oleh keluargaku dan keluargaku bisa bayar hutangnya. Lah kalo gak dibayar-bayar nanti aku yang masuk neraka :(

Tapi, kenapa yah orang-orang rasanya tidak melakukan hal yang sama kepada aku. Misalnya punya hutang uang/meminjam barang, tapi udah berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun juga gak ada omongan untuk mengembalikan barang. Awalnya aku merasa hal itu fine-fine aja, pada akhirnya aku mengikhlaskan barang/uang yang aku pinjamkan tersebut. Lagipula, kalau aku tagih dan sudah lama juga nanti aku dikira pelit dan perhitungan toh? Tapi, suatu saat aku juga merasa rugi banyak. Awalnya mungkin aku hanya lebih menitikberatkan pada hutang uang. Mulai saat itu aku mulai membuat catatan barang/uang apa yang dipinjam oleh siapa. Terkesan pelit yah? 

Setelah kupikir-pikir, gak apa-apa lah. Toh itu barang/uang ku, hak aku. Justru aku bantuin orang-orang toh biar mereka gak kena dosa berhutang? *lah kenapa aku gak ikhlasin aja?* Well, terkadang ikhlas itu gak gampang. Terkadang ucapan sudah berkata ikhlas, tapi di hati masih ada setitik ketidak ikhlasan, nanti masih ada dosa yang ditanggung oleh seseorang. Biar kata aku dianggap pelit/cerewet seperti debt collector, tapi agar tiada hutang diantara kita, aku rela 'ngurusin' hutang kamu dan aku. 

Buat yang merasa malu buat nagih hutang, jangan malu ya. Itu hak kamu kok. Kalau ada hutang, jangan segan untuk remind orang yang berhutang secara berkala (jangan ingetinnya pas udah berbulan-bulan). Kamu harus pinter-pinter berkata asertif sebagai 'debt collector'. Kasih aja alasan kalau kamu butuh segera (biasanya ini manjur). Jangan ragu buat agresif dan sedikit modal, misalnya langsung bilang "eh kemarin buku aku masih di kamu ya? Aku mau ambil lagi ya hari ini, aku udah pesan ojek onlinenya, nanti kamu kasih aja ya?" (mendingan bayar ojek online daripada kehilangan barang itu selamanya)

Buat yang suka ngutang, please banget kembalikan hutangnya sesegera mungkin. Manatahu orang yang memilikinya benar-benar butuh uang/barang tersebut namun segan untuk memintanya dari kamu. Kalau pelupa, catat saja hutangnya di HP / notes yang sering dibaca. Ingat, hutang itu akan tetap ada sampai di akhirat.

Buat kamu yang punya teman yang hutang sekecil apapun langsung dibayar, please keep that friend. You just need to be with that one friend in your whole life.

Keep honest and responsible! *wink

NB: jangan heran kalo habis aku posting ini banyak komen dari penyedia jasa kredit random. Haha

Popular Posts