Saturday, January 23, 2016

Durhaka..sama siapa?

Hi bloggers, kalau kalian mendengar kata "durhaka", apa yang terlintas dibenak kalian? I bet most of you berpikir kalau durhaka itu adalah sesuatu yang terjadi oleh anak kepada orangtua. Iya, dari kecil kita sudah dididik untuk tidak durhaka pada orangtua, kayak di cerita Malin Kundang. Harus nurut, harus menghormati, membantu orangtua, dan sebagainya. Ok betul, di agama pun kita diajarkan untuk berbakti pada orangtua, karena aku sendiri ya percaya, orang tua itu yang telah mengasuh dan mendidik kita, sehingga kita perlu membalas kebaikannya.

Itu kalau memang benar diasuh dan dididik....dengan baik..

JENG JENG

Aku kepikiran bikin postingan ini ketika sedih melihat postingan di LINE tentang anak yang mengantung diri karena dirinya merasa tidak dicintai lagi oleh orangtuanya. Orantuanya bercerai, ayahnya kawin lagi, ketika anak ini janjian sama  ayahnya untuk ketemu, ayahnya sering melanggar janji. Ibunya juga entah bego, entah gak mau ngasuh, anaknya dititipikan ke nenek dan tantenya. Anak ini padahal sudah didiagnosa depresi dan memiliki kecenderungan suicidal, tapi tentunya, yang namanya bukan keluarga inti, nenek dan tantenya ini ya cuek bebek aja. Boro-boro orangtuanya. Akhirnya dengan perhitungan dan perencanaan (iya, direncanakan) yang benar-benar matang (iya, matang), anak ini menggantung diri di lemari kamarnya. Di ceritanya sih anaknya ini seniat itu sampai dia mengecek kekuatan lemari, dan sampai dibenerin kayunya biar kuat. Terus rencana bunuh dirinya yang sangat detail itu ada di notes hapenya. SUNGGUH. MIRIS. Aku sampai nangis baca beritanya.

Well, terkadang aku berpikir, durhaka itu gak cuma terjadi dari anak kepada orangtua, tapi dari orangtua ke anak. Aku yakin, banyak orangtua (kita ngomongin Indonesia aja dulu deh) banyak yang nyuruh anaknya, langsung bilang "jangan jadi anak durhaka!". Padahal ketika anaknya berbicara, meminta untuk didengar, tidak dihiraukan. Pemikiran orangtua masih konvensional, masih jaman Malin Kundang. Kalau dalam kasus bunuh diri anak yang aku sebutkan ini, ekstrim sih, boro-boro anaknya bisa membalas kebaikan orangtua, orangtuanya aja kabur semua. Miris gak sih kalau denger ada anak-anak ngomong "kalau ga bisa ngurus anak, gausah punya anak!"

Second thought.

Punya anak buat apa?

Apa karena emang formalitas, habis nikah trus punya anak? Atau karena emang kebobolan aja? Atau emang sebenernya pengen cepet-cepet nikah biar ngerasain kawinnya aja tapi ga pengen punya anak? Ini aja masih dalam konteks orang-orang yang nikah, belum lagi yang gak pake nikah. *hadeuuh pusing*

"Ah Syaki, lo mah masih kecil, belom ngerasain punya anak." Well, betul. Tapi secara pribadi dan niat, aku sendiri pengen punya anak *cuma ya calon bapaknya belom ada*. Bener-bener pengen ngurusin anak, bahkan sudah mencatat apa hal-hal yang mau dilakukan kepada anak. Dan kebetulan karena aku lulusan psikologi, catatannya aku bagi jadi sesuai tahap perkembangan anak. Gw bahkan janji sama diri gw sendiri apa yang akan dan tidak akan dilakukan ke anak. Semuanya gw catat secara pribadi. Kalo nanti abis nikah masih merasa belum siap punya anak, gw bakal tetap tunggu untuk mempersiapkan dulu, insyaallah berani untuk ga peduli apa omongan dari keluarga dan orang lain. Toh kalau nanti mendidiknya salah, kita-kita juga yang disalahin sama pihak-pihak itu.

Salah satu niat aku punya anak adalah agar ada yang bisa terus mendoakan aku saat di akhirat nanti. Doa anak soleh adalah pahala yang terus mengalir walaupun sudah mati kan? Aku cuma takut kalau aku 'durhaka' sama anak, anak aku ga sudi mendoakan aku ketika sudah mati. (PS: itu cuma salah satu niatku kok yang bisa dikaitin sama postingan blog ini, hehe)

So people, yes, all of people, khususnya yang ingin punya anak, aku harap kita bisa menjadi orangtua yang tidak durhaka kepada anaknya ya :)

Popular Posts