Friday, January 30, 2015

Aku Ingin Hidup Sederhana

Salah satu temanku di F. Psikologi, semester lalu mempresentasikan materi pada kelas Psikologi Konseling. Ia mendapatkan tugas mengenai konseling pada Lansia. Kebetulan, ia mewawancara seorang kakek tua yang berprofesi sebagai tukang ojek di daerah Kampus. Teman saya tersebut berulang kali menyampaikan pesan penting yang kelompok teman saya dapatkan, yang katanya selalu diucapkan berulang kali oleh bapak tua tersebut.

"Hiduplah sederhana"

Sederhana. Sederhana itu tidak berlebihan, tidak pula kekurangan. Tidak terlalu kaya, tidak juga miskin, tidak terlalu berbahagia dan tidak terlalu bersedih. Hidup di tengah-tengah. Kenapa? Teman saya mengutip dari bapak tua tadi. Hiduplah sederhana, ibarat sebuah garis vertikal, hidup sederhana berarti berada di tengah-tengah garis tersebut. Jika kita berada di atas, ketika kita 'terjatuh', hidup akan jauh terpuruk. Jika kita berada di bawah, ketika mendapatkan keuntungan, akan lebih mudah untuk sombong atau takabur. Hidup sederhana membuat kita tidak terlalu sakit ketika sedang terjatuh, dan tidak tinggi hati ketika kita berada di puncak kejayaan.

(source)
Seringkali kita berusaha melakukan sesuatu, untuk mencapai puncak, mencapai kejayaan, kekayaan, dan yang katanya, kebahagiaan. Tapi tahukah, apakah kebahagiaan hanya bisa didapatkan di 'puncak'? Seringkali dengar kalimat "Bahagia itu sederhana?" Iya, sesederhana berkumpul dengan keluarga, teman-teman, orang yang dicintai, mengelus kucing, memakan coklat. Seperti kutipan di gambar yang saya tempel di atas, kesederhanaan memberikan pada kita ruang untuk berpikir lebih dalam tentang kehidupan. Buat apa kita terus mencari kekayaan tapi tidak mengerti makna dari segala proses yang kita lewati setiap harinya? Tanpa sadar, kita kehilangan makna hidup, kehilangan kebahagiaan karena terlalu sibuk mencari kekayaan, mencari yang katanya kebahagiaan itu sendiri.

Aku ingin hidup sederhana. 

Aku tidak mau punya terlalu banyak harta, yang membuatku menjadi sombong, menjadi selalu was-was akan kehilangan hartaku, selalu pusing membeli ini itu agar orang lain memandangku berduit, mencari respek orang lain. Bukan berati aku juga ingin jadi miskin, yang membuatku pusing memikirkan usaha apalagi yang harus aku lakukan untuk bisa makan, berhutang sana sini untuk hidup.  Buat apa uang banyak, jika hanya disimpan di dalam bank, padahal banyak orang lain membutuhkan, atau membeli produk bukan atas dasar kebutuhan, tapi mencaci kenapa biaya sekolah mahal. Bukan berarti aku mau punya uang yang hanya cukup untuk membeli makan.

Buat apa rumah besar, jika membuat orang di dalamnya harus teriak-teriak untuk hanya memanggil nama, boro-boro meneriakkan kata sayang, gengsi keleus. Bukan berarti aku ingin rumah kecil, yang membuat aku dan keluarga tak nyaman untuk berselonjor. Buat apa mobil banyak, jika mobil malah membuat anak cucu keturunan kita tidak bisa merasakan segarnya oksigen, hanya ada asap kotor. Bukan berarti aku ingin hidup tanpa transportasi, apa-apa berjalan kaki, meski 100 kilometer, jalan kaki sampai mati.

Aku ingin hidup sehat.

Menurutku, hidup sederhana itu juga salah satu pola hidup sehat. Baik sehat fisik maupun sehat mental. Secara fisik, hidup sederhana membuat kita tidak berlebihan dan tidak kekurangan pula dalam makan. Hidup sederhana tidak membuat kita banyak menyediakan makanan di rumah. Membuat kita membeli segala macam makanan, bahkan sampai belum habis dan malah basi dan mubazir. Sederhana tidak membuat kita terus menyuapi nafsu kita, membuat kita sakit jantung karena obesitas. Tapi bukan juga hidup sederhana hanya dengan memakan nasi, sehingga malah kekurangan gizi. Contoh hidup sehat lainnya yakni hidup sederhana dengan kendaraan. Misalnya, pergi ke warung depan jalan rumah dengan berjalan kaki, itu lebih sehat daripada naik motor kan? Tidak perlu gengsi "pejabat kok jalan kaki?" Syukuri kaki dan tanahmu. Gunakan tanah untuk berpijak, sebelum kamu kembali ke tanah.

Tentang kesederhanaan ini, mungkin ada yang bingung dan bertanya, "Tapi bagaimana jika kita sakit? Nanti kalau sederhana, malah gak bisa bayar untuk rumah sakit." Mungkin kita perlu tahu bahwa Allah itu memberikan cobaan pada hambanya sesuai dengan kemampuan. Lagipula tadi kan dibilang, siapa bilang hidup sederhana itu artinya punya duit? Kalaupun kurang juga masih ada BPJS dan bantuan lain sebagainya, bantuan pasti ada, Allah itu ada.

Terus ada juga yang bilang, "Tapi saya sudah hidup sederhana masih saja dapat cobaan dari Allah. Lama-lama saya miskin juga." Allah itu memberikan cobaan agar hambanya bersimpuh, meminta ampun pada Allah, merefleksikan diri. Mungkin teman-teman lupa sama Allah, belum ikhlas, belum sabar. Pilihan hidup ini cuma dua, bersukur atau bersabar. Jika belum rejeki, bersabar, jika sudah ada, bersyukur. Jika masih diberikan cobaan, mungkin saat sehat kemarin kamu kurang bersyukur, maka bersabarlah, mungkin masih ada kecacatan dalam ibadah, amal dan akhlak (dikutip dari sebuah seminar yang lupa kapan, di mana dan oleh siapa ._.)

Aku pernah dengar kata orang, "Hiduplah dan dapatkan rejeki lebih, agar kita masih bisa memberi dan memberi manfaat pada orang lain." Ya, mungkin nasehat orang itu benar. Bukan berarti hidup sederhana itu punya rejeki yang kurang. Sebut saja rejeki itu uang ya. Kita juga perlu punya uang cukup, untuk menghidupi keluarga dan juga membantu orang lain. Tapi bukan berarti kita terus orientasinya punya uang banyak. Punya uang banyak itu bahaya lho, nanti aku jelasin. Intinya, gak perlu uang banyak untuk bisa memberikan manfaat. Seorang tukang semir sepatu di Amerika aja bisa menyumbang sebuah Yayasan Yatim Piatu senilai 2 miliyar lho! Siapa bilang harus kaya untuk bisa memberi kebaikan, memberi manfaat?
 
Sayangnya, saat ini di dunia ini, uang adalah segalanya. Mendengar kata "rejeki" aja pikirannya uang, bukan? Padahal uang itu buatan manusia, rekayasa manusia, ya kan? Dulu orang bikin benda yang 'sengaja' diberi nilai biar bisa tukar-tukaran barang. Sekarang benda yang 'dinilai' itu jadi rebutan semua orang. Kenapa orang gak berebutan untuk mendapatkan apa buatan Allah, surga gitu misalnya? Mungkin kalau uang bukan segalanya saat ini, kalau semua orang mau hidup sederhana, hidup akan jadi lebih enak. Gak ada orang bunuh-bunuhan karena uang, gak ada orang yang korupsi, gak ada pencurian, masuk penjara, bunuh diri karena hutang, dan lain-lain. Benar kan, uang itu bahaya?

Nah ini, yang maksudku bahwa hidup sederhana itu pola hidup sehat untuk mental. Mungkin aku belum jadi orang dewasa yang harus cari uang menghidupi keluarga dan diri sendiri. Mungkin pada bilang aku sok tau, tau gimana. Tapi ini harapanku. Aku tidak ingin hidup karena uang, atau dihidupi hanya dengan uang. Aku tidak ingin stres, sedih, marah karena uang. Bahkan aku tidak ingin bahagia karena uang. Aku ingin bahagia karena hidup sederhana. Aku ingin bahagia ditemani oleh orang-orang tercintaku, melakukan apa yang senang kulakukan. Menjadi manusia yang seutuhnya, mengaktualisasikan diri, beriman, betakwa. Aku yakin, jika kita hidup sederhana, tentunya ditambah dengan dua pilihan tadi, 'bersabar dan bersyukur', uang hanya menjadi benda yang 'diberi nilai' yang mengalir saja untuk membuatku hidup di dunia, bukan harta karun yang harus selalu dicari lalu disimpan hingga bertumpuk-tumpuk. Karena hidup kita sebenarnya itu di akhirat, buat apa pusing-pusing mikirin benda dunia.

Aku ingin bahagia.

Sekian dulu, ocehan saya. Semoga bisa menjadi sebuah renungan. Semoga berbahagia ;)

1 comment:

  1. Halo semua,

    Terapkan untuk pinjaman cepat dan nyaman untuk membayar tagihan Anda dan untuk memulai bisnis baru dan proyek Anda pada tingkat bunga 2% hubungi kami di; (carlosellisonFinance@outlook.com) Layanan ini membuat baik individu, perusahaan, bisnis pria dan wanita. Jumlah pinjaman berkisar tersedia dari setiap jumlah pilihan Anda.

    Terima kasih.
    Mr Carlos Ellison.

    ReplyDelete

Popular Posts