Monday, October 21, 2013

Tentang Perubahan, Tentang Batu Es

Suatu kepanitiaan yang saya jalani di Psikologi yang membuat saya terkesan dan makin gemar dengan psikologi adalah kepanitiaan tersebut menggunakan teori psikologi sesungguhnya dalam penerapannya. Ya, mungkin itu yang berbeda dari kepanitiaan-kepanitiaan di fakultas lain. Dalam kepanitiaan yang saya ikuti kali ini, kami memiliki tujuan yaitu membuat perubahan. Perubahan pada orang yang baru masuk di lingkungan kampus dengan asumsi bahwa mereka memiliki sebuah tingkah laku dan konsep berpikir yang tetap yang sebenarnya belum cocok dalam kehidupan kampus.

Teori perubahan yang dipakai adalah Kurt Lewin's change theory. Dalam proses perubahan ini terdapat tiga tahap yaitu Unfreezing, Moving dan Refreezing. Suatu tingkah laku dan konsep yang melekat pada manusia itu diianggap merupakan sesuatu yang telah beku sebelumnya. Misalnya es batu tersebut adalah berbentuk kotak, namun, kamu ingin es batu tersebut dimasukkan ke dalam wadah yang bulat, maka kamu harus mengubahnya menjadi bulat dulu bukan? Apa yang harus dilakukan? Ya, cara paling baik adalah dengan melelehkan terlbih dahulu es batu tersebut lalu dibentuk ke bentuk yang diinginkan lalu dibekukan kembali.

(source)

Unfreezing. Proses ini bertujuan untuk memberi pengetahuan bahwa perubahan yang akan dilakukan itu penting untuk menghadapi hal yang akan datang. Atau konsep yang sebelumnya sudah membeku di dalam kepala sudah tidak cocok lagi untuk menghadapi apa yang ada di masa depan. Maka perlu adanya pengetahuan akan 'ketidaksesuaian' itu dengan memberikannya disonansi kognitif, yaitu ketidaksesuaian antara kenyataan dengan pemahamannya. Contohnya, pada perilaku mencontek yang sudah tertanam kokoh di benak anak-anak SMA. Pada tahap ini anak-anak akan diberi pengetahuan mengenai konsekuensi plagiarisme di perguruan tinggi, yakni di DO. Hal ini akan memunculkan disonansi kognitif di mana ia menyadari bahwa perilaku menconteknya tidak benar dan ia harus berubah.

Moving. Setelah dia 'cair' maka perlu adanya proses untuk membentuk ulang es tersebut. Hal tersebut dapat dilakukan melalui pembelajaran seperti ceramah, mentoring, bahkan concrete experience. Misalnya setelah dia ingin berubah, mahasiswa baru diberikan pengetahuan bagaimana membuat esai yang baik dan tidak plagiat, bagaimana strategi belajar agar tidak nge-blank dan tidak mencontek.

Refreezing. Setelah ia terbiasa dengan bentuk konsep dan perilaku barunya dan sudah merasa nyaman, maka lama kelamaan bentuk baru tersebut akan menetap dan menjadi 'batu' lagi. Dan saat itulah perubahan telah terjadi. Perlu adanya reinforcement atau penguatan juga agar konsep baru itu tidak 'meleleh' lagi. Jika dimasukan dalam konsep orientasi mahasiswa baru, pengautan ini dapat diberikan seperti apresiasi pada esai yang telah baik, atau diberi nilai bagus pada masa orientasinya.

Sesimpel itu sebenernya, tapi aslinya susah. Eh, tapi gampang juga sebenernya kalo kita bisa membuat orang yang ingin diubah menjadi mau ngejalaninnya. Jika konteksnya adalah mengubah diri sendiri, butuh keinginan dan usaha yang kuat untuk melakukan itu. Kita perlu berpikir lebih dalam, mengevaluasi apa yang sudah kita perbuat, apa yang salah dan harus diubah agar menjadi lebih baik.

*Maaf gak pake referensi hehe. Cari sendiri yah >,<

Wednesday, October 9, 2013

Toleransi

Kepikiran, bukannya apa yang kita  pilih itu adalah konsekuensi kita ya? Maksud gw, orang lain tidak perlu merasakan konskuensi dari pilihan diri kita sendiri. Begini sih, gw sudah terlalu sering menyadari bahwa terkadang orang begitu nganu untuk memberikan alasan-alasan yang... terus kenapa? kepada orang lain. Gw juga punya alasan-alasan, orang lain juga punya alasan-alasan, lalu ada apa dengan alasan-alasanmu? Perlu toleransi banget? Lalu alasan gw gimana? Alasan orang lain gimana?

Maksud gw, tau gitu gw ikutan aja banyak organisasi, kompetisi, kepanitiaan, ngambil banyak sks, biar gw punya alasan bahwa kegiatan gw segudang sehingga dapat toleransi untuk mengerjakan tanggung jawab gw secara minimal. Gitu.

Song of the Day: Maudy Ayunda - Tahu Diri (OST Perahu Kertas)

tak selamanya berhasil..

Saturday, October 5, 2013

Mempertaruhkan

Iya, akhir-akhir ini gw suka nekat.

Life is a gamble, huh?

Biar self-esteem gw yang jadi taruhannya.

Mending gw terinjak-injak, tertusuk-tusuk, tersobek-sobek.

Daripada gw diam, bengong, gak melakukan apa-apa.

"You'll regret the things you didn't do more than the ones you did" - Anonymous

Song of the Day: Andien - Gemilang

Tentang Cantik dan Menjaga Diri

Hasil sharing dengan seorang senior saat sedang liqo. Salah satu yang paling aku ingat adalah bahwa wanita harus menjaga diri, mempercantik diri. Banyak wanita yang bahkan rela mengeluarkan uang untuk membeli alat make up atau baju cantik yang matching untuk mempercantik dirinya. Namun entah kenapa, aku juga tidak jarang melihat banyak teman-teman perempuanku yang cuek dengan penampilannya. Tak perlu disebutkan sifat-sifat cueknya menghasilkan apa saja.

Tidak sedikit yang berpikiran bahwa perempuan tidak perlu berlebihan untuk mendapatkan kecantikan, semua perempuan itu cantik. Perempuan itu cantik jika hatinya cantik, ga perlu dandan berlebihan. Iya aku setuju ga perlu dandan atau perawatan berlebihan. Tapi menurut aku pribadi, secuek apa diri kita, seidealis apa diri kita, seorang perempuan memang harus menjaga diri dengan merawat tubuh dan penampilannya, meski ya aku setuju, perempuan juga cantik karena hatinya, karena tingkah lakunya, karena apa yang diperbuatnya.

Wanita itu pengubah dunia. Aku sangat kagum pada teman-temanku yang mengejar prestasi di mana-mana, menjadi pemimpin di mana-mana, menjadi pembicaa di mana-mana. Sungguh memiliki banyak pengaruh. Bangga gitu melihat teman-teman kita tersebut, tapi sungguh tidak enak rasanya mereka digunjingkan karena penampilannya tidak menarik. Ini kisah nyata lho.

Kalau di dalam statistik ada yang namanya face validity. Di mana tampilan luar sebuah penelitian mempengaruhi persepsi orang terhadap penelitian tersebut. Dalam sehari-hari, apalagi buat anak psikologi, biasanya konsep face validity ini bisa digeneralisasikan pada orang. Jika orang itu 'tampilan luarnya' bagus, maka orang lain akan menganggap kualitas dirinya bagus. Semacam impresi awal berdasarkan tampilan luar. Maka dari itu, penting untuk menunjukkan bahwa kualitas diri kita baik, dengan menampilkan diri kita dari luar dengan baik pula.

So, bagaimana cara menjaga diri kita sebagai perempuan?
 
Pertama, menurut gw, jangan malas mandi! Meskipun perempuan pakai baju lengkap, dari kerudung sampai daleman baju, kaus kaki, dan tidak terlihat kulitnya, orang yang tidak mandi itu baunya tak bisa ditutupi. Meskipun kita merasa bahwa kita tidak bau, tapi di hidung orang lain akan berbeda. Hidung kita itu mentoleransi bau badan kita sendiri lho, pantas saja kita tidak mencium bau badan kita. Kemudian, sempatkanlah diri ke salon gitu misalnya. Masih ada kok salon yang menerima creambath cuma 20.000 rupiah. Meskipun kita memakai kerudung, rambut yang tak terawat akan menimbulkan bau yang bisa tercium oleh orang lain.

Yang kedua, jangan gengsi untuk berdandan sedikit. Otak kita menganggap diri kita 10 kali lebih cantik daripada yang terlihat aslinya lho. Jadi, jangan terlalu santai terhadap penampilan kita ya. Minimal pakai bedak saja gitu, untuk mengurangi minyak pada wajah. Sayang sekali ketika kita misalnya nanti menjadi pembicara di depan, menjadi orang yang bisa membawa pengaruh, tetapi ketika disorot, mukanya kinclong. Hihi. Kalau tahu badan mudah berkeringat dan wajah sering berminyak, sedia sabun muka dan cologne  atau parfum untuk menyegarkan kita di tengah kekucelan. 

Yang ketiga, senyumlah! Kayaknya sering banget gw ngasih pesan senyum di blog gw. Karena senyum itu penting lho. Dari situ kita mengemas tampilan luar kita yang sudah cantik menjadi lebih cantik. Orang lain pasti akan senang terhadap kita, jadi percaya dengan kita dan bahkan mengormati kita.

Sekian dulu pesan-pesan dari saya. Saya sangat percaya wanita itu pengubah dunia. Sebelum mengubah dunia, ubah dulu diri kita menjadi lebih baik ya. Mulai dari penampilan dan senyuman :)

Friday, October 4, 2013

Berserah Diri

Jumat ini bahagia sekali. Dari pagi hingga malam lagi.

Kamu tahu kan rasanya, ketika kamu sudah berusaha maksimal dan sudah berdoa sebanyak-banyaknya?

Rasanya hasil sudah tidak bisa dipikirkan lagi.

Ya Rabb, aku berserah diri padaMu.

Wednesday, October 2, 2013

Not Significant to Significant Others

Senin kemarin aku sempat sharing dengan seorang senior, sebut saja kakak (karena aku gak punya kakak). Kakakku itu bercerita mengenai pengalamannya dalam suatu pelatihan. Ia memiliki teman, sebut saja K (karena A/X terlalu mainstream). Si K memiliki teman yang merupakan juniornya, sebut saja L. K ini bercerita pada kakakku bahwa ia sangat mengagumi L. Ia bercerita panjang lebar mengenai L, kakakku yang mendengarkannya sampai merasa bahwa hubungan K dan L ini akrab sekali, rasanya L sesignifikan itu dalam hidup K.

Di kemudian hari, Kakakku bertemu dengan L dalam pelatihan tersebut. Secara automatis, dan sekalian untuk membangun raport, kakakku menanyakan L mengenai K. Kagetnya, L biasa saja ketika ditanya mengenai K, seakan L dan K hanya teman biasa yang baru berkenalan. L hanya berkata "Oh, iya dia cuma seniorku kok, kita biasa aja", atau intinya seperti itu. Kakakku saat itu terkaget mendengar respon L mengenai K, padahal K begitu menganggap L sebagai teman dekat, sebagai orang yang signifikan. Namun L menganggap K hanya seorang biasa.

(source)

Mendengar cerita itu aku jadi agak berombak-ombak hatinya, dan kepikiran. Jadi, benar-benar, orang yang kita anggap signifikan di dalam hidup kita bisa saja tidak mengganggap kita signifikan dalam hidupnya. Kemungkinan itu cukup besar pula adanya. Selama ini kita hanya terlena, terbawa alur persahabatan dengan teman-teman kita, hingga suatu saat mereka menjadi begitu signifikan, begitu bisa mengubah dunia kita, begitu bisa mengubah diri kita. Tapi hey, itu hanya dari pandangan kita. Apakah mereka merasakan seperti apa yang kita rasakan? Kali ini aku sangat yakin bahwa jawabannya tidak pasti. 

Tapi kemudian aku berfikir juga. Apakah perlu agar significant others kita juga menganggap kita significant? Sebenarnya sih, pengaruh significant others ini kan hanya kepada kita, kita yang menganggap significant. Se-urgent itukah agar kita juga significant kepada mereka? Maafkan aku yang males liat-liat buku teori tentang beginian. Aku sebenernya gak begitu ngerti tentang significant others dan apa pengaruhnya. Tapi toh ini hanya blog, kan? Gak usah dipercaya juga, hehe.

Mungkin berpengaruhnya ke self-esteem, yang membuat penghargaan terhadap diri kita berkurang karena merasa orang lain tidak menganggap kita seperti apa yang kita anggap. Tapi terserah diri sendiri aja sih, apakah kamu akan merasa tidak berharga, sedih, tidak percaya diri jika significant others-mu menganggap kamu tidak significant? Aku sih.. iya. Probably more than 50% of humans in the world feel the same way. Kalo kata Abraham Maslow sih karena kita memiliki kebutuhan akan hal tersebut, awalnya kebutuhan tingkat 3 akan belongingness dan relationship, sudah terpenuhi dengan memiliki keluarga, teman-teman, atau pacar. Kemudian ada kebutuhan tingkat 4 akan esteem, ini yang bisa tidak terpenuhi jika ternyata you are not significant to your significant others.

Iya, makanya hati-hati dan harus siap dulu ketika akan menjadikan seseorang your significant others.

Popular Posts