Wednesday, June 19, 2013

Why? (Sebuah Cerita Penggemar Video Games)

Hey guys, who loves video games? I do! 

Sebelumnya gw mau mengingatkan dulu bahwa di post ini mungkin hanya ada bebrapa orang tertentu yang akan mengerti, biasanya yang tertarik dan suka bermain video games dan/atau pernah main banyak video games. Jadi bagi yang tidak tertarik video games mungkin bisa lanjut ke postingan selanjutnya, hehe.

Kali ini gw akan membahas sesuatu tentang vgames yang sebenarnya sudah lama gw renungkan. Bagi yang menyukai bermain video games, ngerasa gak sih kalau vgames itu semakin lama semakin mudah untuk dimainkan? Misalnya, Games X 1 sudah pernah kamu mainkan, ketika sudah muncul games X 2, kamu merasa bahwa games itu tidak ada bandingannya dengan yang pertama. Semacam effortless untuk menyelesaikannya. Hal ini saya rasakan untuk hampir semua games yang pernah saya mainkan. "Syak, mungkin karena lo udah terbiasa main yang pertama, jadi selanjutnya lo merasa mudah di seri selanjutnya." Well, engga juga, karena ga sedikit games yang gw mainin itu seri lanjutannya dulu baru seri pertamanya.

Salah satu contohnya, games favorit masa kecil gw yaitu Crash Bandicoot. Tau? Seri petualangan Crash Bandicoot ada 3. Nah, pertama kali gw main itu adalah Crash Bandicoot 3, jujur gw baru berhasil menamatkan games ini saat kuliah, karena waktu kecil gw terlalu takut untuk menghadapi satu level yang penuh kegelapan sehingga gw memutuskan untuk berhenti. Tapi, level kegelapan itu adalah level bagian akhir game, yang intinya adalah gw berhasil sampai sejauh itu waktu gw kecil. Kemudian, waktu kecil setelah gw menyerah akan Crash Bandicoot (CB) 3, gw mendapatkan games CB 1 dan 2, dan beeeh susah banget bro! Gw kayak baru mainin semacam 1 pulau di CB 1, dan 2 dunia di CB 2, dan gw udah menyerah karena segitu susahnya. Kemudian, kedua permainan ini gw  coba mainkan lagi ketika gw kuliah dan hasilnya tetap sama.

Crash Bandicoot 
(source)

Awal keinginan gw untuk menuliskan post ini adalah setelah gw bermain Temple Run. Pasti tau dong, games di smartphone yang satu ini? Gratis pula! Nah, gw merasa, sangat merasa Temple Run 2 itu jauh lebih mudah dibandingkan Temple Run 1. Hal itu terlihat dari highscore yang gw dapatkan yaitu Temple Run 2 lebih tinggi 5 juta daripada highscore gw di Temple Run 1. Lagi-lagi, gw masih gangerti kenapa bisa seperti itu. Apa mungkin emang penghitungan score nya beda? Misalnya 1 juta di TR 1 itu sama dengan 5 juta di TR 2? I'm too lazy to find out, yang jelas gw merasakan keduanya sebanding penghitungannya tapi yang kedua lebih mudah.

Kemudian apalagi ya? Mainan gw di PC saat gw sedang frustrasi misalnya, Hitman. Pernah main Hitman? Atau nonton filmnya aja deh, yang main ganteng lho! hehe. Hitman pertama yg gw mainkan adalah Hitman Blood Money yang merupakan seri lanjutan dari Hitman. Permainannya cukup sulit gw rasa. Kemudian saat itu teman saya meminjamkan seri sebelumnya dari Hitman yaitu Hitman Cotracts. Dan gw merasa bahwa Hitman Blood Money ga ada bandingannya, karena Hitman Contracts susah banget broo. Walaupun gw berhasil menyelesaikannya, tapi effortnya itu sangat, snagat besar. 

Selanjutnya ada game Spellforce. Games PC favorit gw waktu SD. Jujur lagi, gw baru menamatkan Spellforce 1 saat kuliah, karena waktu kecil lagi-lagi gw terlalu takut, untuk menghadapi suatu dunia yang penuh dengan medusa. Bagian itu sangat sulit, dan sebelum itu juga gw harus melewati perang-perang besar yang sulit. Saat SMA, gw sudah menamatkan Spellforce 2 terlebih dahulu, dan waktu kuliah saya baru bisa menamatkan Spellforce 1. Menurut saya memang ternyata Spellforce 2 gampang banget, karena gw bisa tamat dengan cepat.  Di Spellforce 1, kamu punya banyak pilihan, misalnya untuk selektif jual beli barang ini itu untuk memenuhi suatu objective, selektif masuk ke portal ini itu untuk memenuhi suatu quest. Tapi kalau di Spellforce 2, rasanya semua yang kamu lakukan itu sudah di arahkan, dan tidak perlu takut untuk mengambil sebuah keputusan karena semua tindakan yang kamu ambil akan berakhir pada jalan cerita yang sebenarnya (karena memang cuma ada satu jalan). Terus begitu pula dengan effort untuk membangun pasukan. Di Spellforce 2, rasanya semudah dan secepat itu membangun pasukan untuk melawan musuh, dan beban perangnya sedikit, kalo di Spellforce 1, kadang bisa berjam-jam membangun pasukan kuat dan bisa aja gagal perang dan lama lagi harus rebuild pasukan kamu. Di Spellforce 2 bahkan kalo karakter kamu mati, karaktermu bisa dihidupin lagi segampang itu! Kalo di Spellforce 1, kamu mati, enaknya langsung load games, karena kalo continue, experience points kamu berkurang. Gak ngerti ya? Coba deh main! hehehe

*berhenti sejenak* *hapus air mata* Gw jadi kangen masa-masa gw bisa meluangkan waktu untuk main games. Padahal gw udah minta laptop segede ini untuk main games, tapi tahun ini belum sempat main games. Saat ini gw sedang liburan dan semoga gw sempat main games ya  :')

Oiya, selain vgames semakin ke seri selanjutnya semakin mudah, menurut gw, vgames juga semakin lama semakin 'dimudahkan' oleh penciptanya. Makin ke sini, guide atau tutorial pada awal memulai sebuah games itu, makin gak penting banget, dan ganggu, karena kadang ada di mainscreen dan bikin distract. Terus banyak hints atau instruksi yang bisa sangat memudahkan kita dalam bermain games tersebut. Jadi gak ada tantangannya untuk berfikir. Coba liat video ini deh, gw setuju banget sama dia, khususnya bagian pembahasan yang ada grafik "Yeah I get it." Rasanya video ini sudah merepresentasikan apa yang mau gw omongin di sini, hehe.



Intinya, entah kenapa semakin lama pembuat games semakin menambahkan hints dan instruksi games yang bikin kita ga usah mikir lagi. Kita seperti orang bodoh yang harus dicekoki dengan sekian banyak hints dan instruksi, tanpa anggapan bahwa kita akan berpikir sendiri. Padahal, inti sebuah games adalah kita berpikir untuk mendapatkan jalan keluar. Kalo kata video di atas, "respecting the intelligence of human beings". Kalau sudah dikasih tau seperti itu, jatohnya adalah kita hanya melakukan aksi, tidak berpikir. Contohnya, games sangar Assassin's Creed yang gw kira gamesnya susah banget, tapi ternyata gampang banget. Lu tinggal loncat-loncat gedung sama ngebunuh orang. Kalo ada bagian-bagian tertentu yang mungkin menurut penciptanya susah, pasti akan muncul kode-kode baik itu arah, atau instruksi, atau begitu deh, padahal sih, "gue udah tau kalee."

Baiklah, inti dari post ini adalah, "why?" Gw bingung dan masih bingung kenapa ada kecenderungan games untuk menjadi lebih mudah pada seri selanjutnya. Dan kenapa ada kecenderungan pencipta games untuk lebih memudahkan games yang ia buat di seri selanjutnya. Mungkin ada yang tau alasannya? Atau hanya sekedar setuju/ tidak setuju dengan pendapat saya? Atau punya pengalaman sama atau beda dengan games lain? Atau hanya sekedar bilang "sombong lu, syak kayak gini dibilang gampang"? Saya sangat senang dengan sharing anda! Monggo di share :D

Tuesday, June 4, 2013

Chiko (Part 2)

Kalo tidur bentuknya begini

Kalo dikurung suka ngambek gini
Mukanya sangar kayak gini
Padahal anak mami banget ini
...continued.

Chiko tidak pernah dikastrasi. Menurut kami, kastrasi itu mengerikan. Ya, gak usah dibayangin, apalagi pada manusia. Namun, jadinya Chiko memiliki hasrat untuk kawin yang tidak berhenti. Mungkin memang salah sih untuk tidak mengkastrasi kucing. Pernah suatu saat kami kawinkan, namun entah tidak cocok atau bagaimana, perkawinan itu gagal, dan kemudian kami tidak pernah mengawinkannya lagi.

Suatu hari, Chiko mengetahui bahwa di luar rumah ada kucing betina. Ya, kucing kampung. Semenjak itu, ia jadi suka melihat ke arah luar jendela, seperti foto ke tiga di postingan Chiko (part 1). Ia suka memanjat jendela, dan mengawasi keluar sambil menggerak-gerakan ekornya. Pernah suatu saat ia keluar melalui jendela. Tapi untungnya ia belum berani untuk berpergian jauh, jadi masih bernaung di teras. Saat itu ketika ia suka keluar, masih kami marahi dan dia nurut-nurut saja untuk di suruh masuk. Namun, setiap hari, ia mengulangi tindakan yang sama. Akhirnya kami pun menutup jendelanya saja. Tapi hal itu malah membuat Chiko ribut di rumah, dan kadang malah mencakar-cakar sofa, gorden, dan perabotan lain. Akhirnya kami mengalah dan tetap membuka jendela setiap hari.

Sekarang Chiko sudah 3 tahun. Semakin lama, perilaku Chiko semakin liar. Ia jadi suka berjalan-jalan di luar dari teras. "Kabur" istilahnya. Bahkan terkadang satu hari gak pulang. Kami sempat panik pertama kali ia melakukan itu. Tapi kami tahu bahwa ia tidak bisa mencari makan sendiri, dan ia selalu pulang dalam keadaan lapar. Akhirnya, setiap ia pergi pun kami tidak begitu cemas karena memang ia akan pulang lagi. Kami tahu ia hanya bermain di sekitar rumah, seperti di genteng atau halaman depan rumah. Paling tidak ia harus selalu dimandikan dan tetap rajin di suntik karena biasanya saat pulang ia kotor dan bau. Mungkin ia sudah mengawinkan kucing kampung betina itu, tapi selama ini tidak ada tanda-tanda lahirnya anak kucing kampung-persia-himalaya di sekitar rumah. Lucu juga kalo ada anak-anak kucing kampung berbulu lebat gitu.

Suatu hari, di tengah kebiasaannya, sudah 3 hari ia belum pulang juga. Kemudian 5 hari, kemudian satu minggu. Kami tahu, ia hilang. Chiko benar-benar hilang. Kemungkinan besar memang diambil oleh orang, mungkin di jual. Sedih, kangen tentu. Biasanya ia menyambut jika saya pulang, biasanya ada yang diledekin "lagi galau nih ye" ketika dia lagi ngintip keluar jendela. Biasanya ada yang dipeluk-peluk elus-elus. Biasanya ada yang jagain rumah dari serangan tikus.

Sekarang sudah dua bulan sejak kehilangannya. Mungkin dia memang bukan kucing yang lucu, manja dan baik kayak kucing rumahan lainnya. Mungkin dia bukan jenis kucing bagus yang warna bulunya cantik dan bisa menang lomba kucing. Mungkin dia bukan kucing pertama kami. Tapi, kami semua sayang Chiko. Mungkin memang karena ini pertama kalinya kami memelihara kucing di rumah dari lahir sampai besar.

Dadah Chiko, semoga kamu senang di manapun kamu berada. We love you.

//Mengenang Chiko

Chiko (Part 1)


Panjangnya kira-kira segini, satu setengah ubin. Ada tanda putih anomali di punggung.

Mukanya gini, jelek tapi ganteng :P Suka main di genteng rumah orang

Sukanya gini, mendambakan dunia luar


Nama: Chiko
Lahir: 30 Maret 2010
Jenis: Persia-Himalaya
Warna: Abu-abu gelap dan putih abstrak 
Fav Quote: "Mrawng"

Chiko lahir dari seekor kucing betina putih keturunan Himalaya yang diberi nama Jilly. Jilly ini merupakan kucing pemberian dari tanteku karena tanteku sendiri sebenarnya sudah punya kucing jantan berwarna hitam keturunan Persia, namanya Kimbo. Saat sudah masanya, Jilly dan Kimbo ini dikawinkan. Dibiarkan berdua dan kawin sendiri sih ya, you know what i mean. Namun, selama beberapa bulan, kami melihat tidak ada perubahan pada perut Jilly. Kami kira dia tidak hamil, dan kami pun tidak melakukan pengecekan ke dokter.

Setelah entah berselang berapa bulan, tiba-tiba saat saya sedang berada di luar rumah, saya dapat kabar dari rumah kalau Jilly punya anak. Padahal Jillly tidak terlihat hamil, masih langsing dan gesit. Anehnya lagi, anaknya hanya satu, padahal biasanya jika kucing melahirkan akan punya lebih dari dua anak. Mungkin itu yang menyebabkan perut Jilly kecil dan terlihat tidak hamil. Saat saya sudah sampai rumah, Jilly dan anaknya berada di bawah kasur kamar orang tua saya. Warnanya hitam, di kolong kasur dia gak akan kelihatan jika tidak memakai senter. Karena susah diambil, maka kami memutuskan untuk memindahkannya besok saja jika Jilly juga sudah merasa aman. 

Besoknya, hari berjalan seperti biasa. Saya ingin bersiap seperti biasanya, namun ketika saya mengambil baju di lemari kamar saya, tangan saya merasakan ada sesuatu yang hangat. Anaknya Jilly ada di sana, ternyata Jilly telah diam-diam memindahkannya ke lemari baju saya, semenara Jilly sekarang sedang makan. Agak merepotkan memang, karena kelengahan saya menutup pintu lemari dengan rapat, saya harus segera memindahkan anak kucing tersebut, dan mencuci baju-baju saya yang terkena kontak (karena agak bau, hehe). Anak kucing itu akhirnya dipindahkan pada sebuah kain yang dapat menyelimutinya. 

Setelah Jilly kembali ke kamar, ia malah memindahkan anaknya ke lantai ujung kamarku. Bandel memang, kenapa malah dipindahkan di tempat yang dingin kena ubin. Akhirnya di tempat itu diberi kain juga. Namun, mungkin masih merasa tidak nyaman, keesokan harinya Jilly memindahkan Chiko lagi ke tempat baru yaitu lemari dvd player di kamar orang tua saya, dan sekali lagi kami harus menyesuaikan agar anaknya mendapatkan kenyamanan yang cukup. Ya pokoknya, selama beberapa waktu, Jilly jadi kucing nomaden yang suka pindah-pindah dan harus selalu disesuaikan.

Baru sadar bahwa anak kucing itu belum diberi nama. Baiklah, saya lupa asal usulnya kenapa, tapi akhirnya ia diberi nama Chiko. Heran kenapa nama panjangnya Chiko Sugriwo? Sebenarnya nama itu gak official. Hal itu di mulai dari Ayah saya yang tidak sengaja memberikan julukan Chiko Sugriwo. Saat Chiko sudah besar, Chiko suka bertingkah, dan kami pun kadang meneriakinya. Tidak sengaja di belakang seruan "Chiko!" suka diberi tambahan-tambahan kata, seperti "Chiko maroso", "Chiko kurobo", dan sebagainya. Namun suatu saat Ayah saya menyeletuk, "Chiko Sugriwo!" Saat itu pun namanya menjadi Chiko Sugriwo, dan dipanggil Mas Chiko. Ya, kami semua adalah orang Jawa, jadi ya wajar kalau dipanggil 'mas'.

Kembali ke Chiko yang kecil dan mungil. Waktu itu ia masih kesusahan belajar jalan. Waktu sudah tumbuh agak besar, ia juga masih susah untuk jalan, padahal Jilly sudah gak mampu buat menggendongnya. Saat itu Chiko masih kecil tapi sudah gendut, maklum dia termasuk lama menyusuinya. Untuk 'tempat tinggalnya', tempat kucing di rumah kami adalah di lantai atas, lantai tempat menjemur baju. Setelah sudah agak besar dan tidak rapuh, Chiko akhirnya sudah bisa dipindahkan ke sana. Sejak pertama ia dipindahkan, ia belum bisa turun tangga dan masih harus stay di atas. Selama itu, tak terasa Chiko sudah mulai besar. Aku masih ingat ketika dulu ia mulai bisa menuruni dan menaiki anak-anak tangga di tangga menuju lantai jemuran, masih dengan perlahan, melompati satu-satu anak tangganya. Lucu sekali. Sekarang kalau turun-naik tangga sudah bisa sambil lari, apalagi kalau dia dengar ada yang naik tangga dan pertanda akan diberi makan.

to be continued...

// Mengenang Chiko

Popular Posts