Wednesday, May 29, 2013

Bukalah (2)

Kamu sih, sudah lama kamu menutup sebelah matamu. Ketika kamu membukanya, matamu sulit beradaptasi. Kaget ya? Jangan salahkan cahaya..

Monday, May 27, 2013

Tentang Masa Depan yang Itu

Satu topik yang biasanya orang-orang seumuran saya mengatakan bahwa topik ini masih terlalu jauh untuk di pikirkan, yaitu, tentang masa depan yang itu. Ok, sebut saja, maksudnya adalah masa depan pasca menikah. Pernikahan. Pada liqo Sabtu saya yang lalu, kami akhirnya membahas mengenai topik ini karena mentor saya mengatakan bahwa, tidak, topik ini tidak masih terlalu jauh untuk dipikirkan. Benar juga, saya sudah 19 tahun, bisa saja, ya, bisa saja saya menikah dua tahun lagi, seperti ibu saya, dan itu bukan waktu yang masih lama.

Kami pun membahas mengenai apakah ketika menikah nanti, kami sebagai perempuan akan mengemban amanah sebagai ibu rumah tangga dan juga wanita karir sekaligus? Atau hanya salah satunya? Ketika giliran saya menjawab pertanyaannya, saya menjawab bahwa saya tentu akan bekerja dan juga menjadi ibu rumah tangga yang baik. Saya menyukai berkegiatan, saya menyukai belajar, saya menyukai hal baru, dan saya menyukai berinteraksi dengan orang lain. Menurut saya jika saya hanya menjadi ibu rumah tangga, saya akan menjadi, isitilahnya understimulated karena sepertinya tidak banyak hal seperti yang saya sebutkan di atas yang dapat saya lakukan jika hanya mengerjakan pekerjaan rumah dan mengasuh anak.

(source)
Sotil bengeeet. Saya berbicara itu semata-mata bercermin pada ibu saya yang setiap hari bekerja dari pagi hingga sore, namun tetap bisa mengasuh anak-anaknya dengan baik. Masih kuat untuk masak saat subuh, dan merapikan rumah saat malam hari. Sungguh, ibu saya wanita yang sangat kuat dan luar biasa. Dan jika beliau bisa, kenapa saya tidak? kata saya. 

Dan benar saja, pekerjaan terbaik seorang wanita adalah menjadi ibu. Surga berada di telapak kaki ibu, bukan istri, bukan wanita karir. Bukan berarti kita tidak diperbolehkan untuk bekerja, namun, perlu diingat bahwa ketika kita bekerja pun, sesibuk apa dan sepenting apa kita dalam pekerjaan kita, kita harus tetap mementingkan anak-anak kita, bagaimana menjadi ibu yang baik. Karena pekerjaan kita sebagai wanita, sesungguhnya adalah itu. Jika saya menyebut kita, maksudnya adalah perempuan ya :)

Selain itu, keputusan mengenai apakah nantinya akan bekerja setelah menikah juga harus dipertimbangkan bersama calon suami kita nanti. Karena "Tidaklah seorang wanita masuk surga selain ia menutup aurat, menjaga sholat, dan menuruti suami". Maka dari itu, ada baiknya, sebelum menikah, terlebih dahulu lakukan diskusi terkait rencana setelah menikah, dengan calon suami. Tidak enak rasanya jika kita nantinya ingin bekerja, tapi setelah menikah suami bersikeras untuk melarang kita bekerja, dan kita tidak bisa melawan kata suami. Istri durhaka jadinya. Wait, bukan berarti kita harus sepenuhnya tunduk kepada suami seperti itu. Kita masih dianugerahkan logika dan mulut untuk berbicara. Sampaikanlah secara asertif apa yang kita harapkan kepada suami, bukan untuk melawan perintahnya, tapi untuk menegakkan hak kita yang mungkin dilupakan suami atas alasan yang subjektif.

Ya Allah. Suara "masih terlalu jauh..." itu bergema lagi di kepala. Saya rasa saya harus menangkisnya. Bisa saja memang masih terlalu jauh waktu saya untuk hal itu. Tapi memang ada baiknya untuk tidak menolak membahas dan mempelajari hal ini. Overprepared lebih baik daripada underprepared kan?

#InsightMentoring

Monday, May 20, 2013

Hei, Pecemburu

Hei, Pecemburu
Geramkah kamu?
Melihatku
Membuatmu ragu

Hei, Pecemburu
Dia tak tahu
Jangan malu-malu
Katakan saja padaku

Hei, Pecemburu
Marahkah kamu?
Kamu merah bagai tersipu
Ayolah, kamu pasti merindukanku

Hei, Pecemburu
Aku tahu
Kamu memang harus menunggu
Aku akan kembali padamu

I Already Know That

Pernah tidak, kamu berada dalam "I already know that" moment? Momen itu ketika kamu lagi ngobrol bareng teman-teman trus membicarakan suatu hal yang menurut teman-temanmu adalah info baru, padahal kamu sudah mengetahuinya. Tapi sayangnya, kamu gabisa bilang "Aku udah tau itu!" atau "I already know that!" Dan kamu kemudian terjebak untuk meneruskan percakapan dengan berusaha menampilkan tampang 'baru tau'.

Kenapa sampe gak bisa bilang? Kadang memang ada hal-hal yang benar-benar bisa menekan kamu untuk tidak melakukan suatu tindakan di lingkungan sosial. Manusia cenderung ingin diterima di dalam lingkungan sosialnya sehingga manusia berusaha untuk melakukan hal-hal yang diterima oleh masyarakat. Saya rasa, dengan mengatakan "Aku sudah tahu itu!" dalam beberapa konteks akan membuat berkurangnya atau hilangnya penerimaan tersebut. Saya sendiri sering sekali merasakan dan mengalami momen seperti itu dan saya termasuk orang yang cukup concern dengan penerimaan diri di lingkungan sosial. Alasan-alasan yang saya rasa sesuai dengan yang saya alami yaitu:

Pertama, takut dikira sombong (sok pintar). Ini commonsense banget sih. Orang yang sudah tahu terlebih dahulu dibandingkan orang lain mungkin akan dianggap lebih pintar. Dan sepertinya, di negara kolektivis seperti ini, jika kita mengemukakan kepintaran kita sendiri, besar kemungkinan akan dikira sombong. Contohnya, kamu dan teman-temanmu sedang membicarakan mengenai suatu hasil penelitian baru yang ternyata kamu sudah baca sebelumnya. Tiba-tiba kamu bilang "eh iya gue tau tuh, gue pernah baca, katanya...blablabla", terus kemudian teman-temanmu bilang "ciyeee, tau deh yang pinter". Kemudian kamu bingung....

Kedua, takut dikira terlalu kepo. Haha. Ini masalah besar banget ya. Saat ini akses informasi sudah sangat luas. Coba deh sekali-sekali googling diri sendiri. Nah, adanya akses ini membuat orang-orang punya persepsi bahwa semakin tahu seseorang, maka ia semakin banyak melakukan akses ke informasi. Baik itu dalam hal informasi pengetahuan, sampai informasi pribadi seseorang. Makanya, kadang kalau kita ketahuan mengetahui mengenai informasi seseorang, kita akan dibilang: kepo!. Padahal bisa saja memang akses ke informasi tersebut terlalu mudah, bahkan memang diberikan sehingga orang lain bisa tahu dengan mudahnya. Kepo sendiri merupakan term 'keingintahuan tinggi' yang entah darimana asalnya. Contohnya, kamu tahu temanmu baru saja memenangkan sebuah lomba. Memang ia tidak banyak memberitahukan secara langsung ke orang lain, namun ia menulisnya dalam sebuah jejaring sosial. Kebetulan kamu melihatnya, dan besoknya kamu mengucapkan selamat. Karena temanmu itu merasa ia tidak pernah membicarakan hal ini, maka ia pun 'merasa dicari informasinya' dan ia pun berkata "wah kok tau sih, kepo ya!" instead of "terima kasih..."

Ketiga, takut dipersepsi berbeda. Apalagi yang berhubungan dengan lawan jenis. Biasa, manusia kan gak bisa berhenti berfikir. Dan fikiran itu kadang larinya cepat sekali. Apalagi kalau sudah ada konsep yang melekat didalamnya. Contohnya, orang lain punya konsep bahwa jika seseorang tahu tentang kehidupan seorang lawan jenis, akan dikira punya hubungan dekat dan biasa diasosiasikan dengan hubungan berbau romance. Ketika kamu sedang membicarakan seorang lawan jenis dengan teman-temanmu, kemudian teman-temanmu membicarakan informasi tentang orang tersebut, namun kamu tahu informasi tersebut salah. Lalu kamu bilang, "eh bukan tau, dia itu begini begini begini..." dan teman-temanmu malah berkata "ciyeee, kamu tau aja sih, suka ya?" Kemudian terjadi awkward moment. Apalagi kalo sampai orang yang kamu bicarakan tahu bahwa kamu tahu tentang dia. Padahal dia sendiri yang pernah memberitahumu informasi dirinya. Hal ini berkaitan dengan poin nomor dua tentang kepo, di mana sering orang mengasosiasikan bahwa jika kita tahu mengenai informasi orang lain, maka kita akan dikatakan kepo. Jadi, ada skema seperti ini: Kamu mengetahui informasi --> kamu dibilang kepo --> muncul salah persepsi (misalnya untuk lawan jenis, dianggap suka, atau 'ada rasa').

Kejadian-kejadian di atas itu true story lho. Kenapa hidup saya serba salah ya. Tapi, memang kejadian-kejadian seperti itu sangat tergantung lingkungan sosial tempat kita berinteraksi. Mereka itu siapa dan apa latar belakang mereka, karena bisa segitu berpengaruhnya. Ada yang memang tidak berespon secepat itu. Ada yang memang terbuka terhadap informasi baru dengan menunda konflik konsep yang sudah ada di kepala. Ada yang memang tidak mudah percaya ketika sedang ngobrol-ngobrol gosip seperti itu, sehingga tidak mau berkomentar lebih lanjut. Lebih baik sih, emang jangan ngegosipin orang, nanti ghibah, hehe.

Tapi disamping itu, senang juga ya rasanya kalau kamu sudah mengetahui suatu informasi duluan, kemudian kamu bisa mendeteksi adanya kebohongan dari orang lain. Cari sendiri aja contohnya, hehe.

"Ha! I already know that. And you're lying" :))

*ini hanyalah sepik belaka, boro-boro pake literatur :')

Sunday, May 19, 2013

Bukan Cuma Tentang Jatuh

Mengapa orang begitu senang dengan topik terjatuh? Langsung aja, jatuh cinta misalnya. Mengapa hal seperti itu dikatakan jatuh? Apa yang begitu menarik dengan jatuh? Jatuh itu di bayanganku adalah hal yang negatif. Jika kamu diperintahkan untuk menggambarkan 'jatuh' dengan arah panah, kamu pasti akan menggambarkan anak panah ke bawah di benakmu. Bawah, bagian bawah. Padahal katanya orang suka meninggikan cinta. Coba saja hitung lagu yang membawa nama cinta.

Jatuh mungkin bukan hal yang menarik saat rapat kerja suatu perusahaan. Melihat panah ke bawah mungkin membuat peserta rapat mulai gelisah. Lalu kejatuhan itu menjadi alasan bagi anggota rapat tersebut saat mengeluh pada hidup di kemudian hari. Kejatuhan itu yang disorot terus menerus.

Kemudian bayangkan kamu melihat seseorang yang ingin bunuh diri. Ia berdiri di ujung atap gedung dan kemudian melompat dari gedung. Jatuh, hanya itu. Jatuhnya tidak bergaya, tapi kemudian kata jatuh ada di headline berita pagi hari.

Apa yang menarik dengan jatuh? Apakah jatuh itu menarik karena bisa menimbulkan secara langsung gejolak emosi pada orang yang melihatnya atau mengalaminya?

Bukannya lebih seru adalah bagian mendarat? Entah di permukaan empuk, permukaan keras, atau di air. Mendarat di trampolin misalnya seperti anak-anak yang sedang main-main, mendarat di air seperti perenang indah, atau bahkan mendarat di udara seperti orang yang sedang bungee jumping. Seru kan?

Bagaimana dengan bangkit? Bukankah itu lebih seru? Orang yang terjatuh, dan kemudian bangkit? Bukan seperti butiran debu yang terjatuh dan tak bisa bangkit lagi. Melihat orang memiliki daya resiliensi yang baik. Kuat. Itu juga cukup menyenangkan, melihat teman kita yang telah mengalami masa-masa sulitnya, bersinar kembali, menjadi lebih baik. Itu seru.

Daripada bagian jatuh.

Mungkin ini cuma aku yang berpikir seperti ini. Emang anaknya suka random, dan suka melihat suatu hal dalam kehidupan dalam adegan-adegan tertentu. Aku sendiri, lebih suka bagian, siapa yang menangkap. Rela, gak rela, niat, gak niat, sengaja, gak sengaja. Ah, seru :)

*random tingkat akut

Sunday, May 12, 2013

Tentang Hak dan Kewajiban

Egois, mungkin hal ini yang pertama kali saya pikirkan tentang diri saya ketika saya mendengarkan materi liqo Jum'at saya. Hak. Semua orang punya hak. Ya, kita semua memang punya hak yang patut untuk kita dapatkan.

Pertanyaan pertama yang terbesit di pikiran saya adalah: What have you done?

Karena ketika kamu punya hak, dan kamu adalah manusia, orang lain juga manusia, maka orang lain juga mempunyai hak. Jadi, apa yang telah kamu lakukan untuk memenuhi hak orang lain?

Kata H.R. Muslim, ada 6 hak seorang muslim atas muslim lainnya:
1. Apabila engkau menjumpainya engkau berikan salam kepadanya.
2. Apabila ia mengundangmu engkau memperkenankan undangannya.
3. Apabila ia meminta nasehat, engkau menasehatinya.
4.Apabila ia bersin dan memuji Allah, hendaklah engkau mentasymitkannya (berdoa untuknya).
5. Apabila ia sakit hendaklah engkau menjenguknya.
6. Apabila ia mati hendaklah engkau antarkan jenazahnya

Tak perlu dijelaskan secara detail, pastilah anda sudah mengerti. Sepele, bukan? Mana saja yang belum kamu lakukan? Apalagi namanya jika bukan egois?

Salah satu kutipan yang muncul saat liqo saya adalah "Jangan terlalu dipikirkan bagaimana kamu lahir, bagaimana kamu hidup, tapi pikirkanlah bagaimana nanti kamu mati"

Sabodo amat lu lahir di luar negeri kek, lu lahir dari perut orang bangsawan kek, sabodo amat lu seeksis apa, sekaya apa di dunia,  pokoknya lu mati ke tanah, bareng yang lain.  Saya rasa, banyak juga orang yang belum atau jarang memikirkan tentang bagaimana dia nanti ketika sudah mati. Termasuk saya sendiri. Saya sendiri pun tersentak (untuk kesekian kalinya) ketika mendengar kalimat itu.

Maka, pertanyaan kedua yang juga cukup mengganggu saya adalah: Have you done yet?

Jadi,  sudahkah anda memikirkan bagaimana kamu nanti mati? Sudahkah anda melaksanakan kewajiban-kewajiban anda? Tiba-tiba banyak yang meneriaki saya di dalam kepala. Sholat kadang masih suka sekip. Puasa masih suka mikirin makanan. Ngomong masih suka seadanya. Belajar masih males-malesan. Beginikah kamu akan dikenang ketika kamu sudah mati? Ask that to ourselves.

Hak dan kewajiban. Khususnya sebagai muslim. Hal-hal yang kecil namun penting dan paling sering kita lupakan. Segitu kecilnya sehingga tak sadar anda sudah menzalimi orang lain dan bahkan juga diri sendiri. Ikhwakh, maka dari itu, nyalakanlah bara api di dalam hati untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik, dan selalu ingatlah Allah, dan melakukan apapun karena Allah.

#InsightMentoring

*untuk kakak yang namanya mau aku pakai buat nama anak perempuanku nanti, hehe

Thursday, May 9, 2013

Some People

Some people just don't know, that some of their words, some of their actions, hurt some other people. They just selfishly speak up their mind, doing what they feel they have to.

And some people are too concern about hurting some other people. They say nothing, they do nothing.

Some people want it all, but I don't want nothing at all. If it ain't you. If I ain't got you.. #oot

Dat Moment

You know that flowery-sparkling-moment when you just want to say, "please, marry me!"

.
.
.

#awkwardmoment

Song of the Day: Dewa 19 - Roman Picisan
Jadul ya. Akhir-akhir ini sering ada yang bawain lagu ini, dan biasa, terngiang-ngiang.. :D

Popular Posts