Sunday, March 31, 2013

Resensi - Sherlock Holmes & Laskar Jalanan Baker Street #1: Misteri Kematian Bintang Sirkus

Judul: Sherlock Holmes & Laskar Jalanan Baker Street #1: Misteri Kematian Bintang Sirkus
Penulis: Tracy Mack & Michael Citrin
Penerbit: Qanita

Saat membeli buku ini, di tengah pencarian saya terhadap buku-buku Sherlock Holmes, saya kira ini adalah buku Sherlock Holmes yang di tulis langsung oleh Sir Arthur Conan Doyle. Saat sampai rumah saya baru sadar bahwa penulisnya adalah Tracy Mack dan Michael Citrin. Ya, ini salah satu kebiasaan buruk saya ketika sudah berada ditoko buku, apalagi kalau sedang bersama orangtua, asal ambil #malahcurcol. Setelah saya lihat judulnya, ternyata ada tulisan di bawah judul "Sherlock Holmes", yaitu "& Laskar Jalanan Baker Street". Buku ini mengisahkan tentang petualangan Sherlock Holmes dan (yang saya baru tahu bahwa ternyata ia juga memiliki) 'asisten-asisten kecil' yaitu anak jalanan dengan latar belakang berbeda-beda. Kata Mack dan Citrin, memang mereka hanya sedikit disebut di satu-dua karya Sir Doyle. Mereka adalah anak-anak tunawisma-yatim piatu. Mereka adalah Wiggins (dan Shirley, rubahnya), Rohan, Osgood, Elliot, Alfie, Alistrair, Barnaby, Shem, Fetcher, Simpson, James dan Pete.  Disebut Laskar Jalanan Baker Street karena mereka tinggal di sebuah  gudang pabrik yang terbengkalai di pinggiran Baker Street yang dijuluki "Kastel", dan  Baker Street (khususnya nomor 221 B) itu sendiri merupakan nama jalan di mana Sherlock Holmes tinggal.

Saat itu hidup mereka tengah membosankan karena Master mereka, Sherlock Holmes, belum lagi meminta bantuan mereka untuk membantunya memecahkan masalah. Hingga suatu hari, Master mereka menaiki kereta kuda ke istana Buckingham di Inggris dan anak-anak itu mengikutinya. Melihat Master mereka mengamati sisi-sisi istana, merekapun menjadi bergairah karena mereka tahu ini adalah waktunya mereka beraksi lagi. Ya, mereka senang dengan dibayar beberapa pound untuk membantu memecahkan suatu kasus, karena bayaran sesungguhnya adalah keseruan dalam menyikap kejahatan. Di sisi lain, di sebuah festival sirkus Grand Barboza, 3 pemain akrobat tali, Walenda bersaudara terjatuh dan mati saat melakukan aksinya. Tali saat pertunjukannya putus secara misterius. Ternyata hal itu berhubungan pula dengan kejahatan terhadap pencurian harta kerajaan, The Stuart Chronicle di Istana Buckingham. Dengan bantuan Laskar Jalanan Baker Street yang khususnya Wiggins, Osgood, dan Rohan, oh ya, kamu juga Shirley, dan teman Gypsi mereka dari sirkus Barboza, Pilar, mereka dapat memecahkan misteri.

Dari segi penulisannya, memang berbeda dengan karya Sir Doyle yang asli. Menurut saya, ya, menurut saya saja mungkin, buku ini kurang bisa menggambarkan kejeniusan Sherlock Holmes. Bahkan Sherlock terlihat kurang jenius, karena anak-anak ini sangat membantunya. Di buku ini juga Watson tidak banyak muncul dan bahkan tidak terlibat dalam penyikapan kejahatan, dengan alasan dari Sherlock ketika berbicara dengan Laskar Jalanannya, "Masalahnya benar-benar rahasia--dan pengetahuan kallian tentang hal itu bisa membahayakan diri kalian. Itulah alasan mengapa aku tidak lagi melibatkan Watson dalam kasus ini. Aku khawatir dia akan menulis kisah tentang ini."  Di buku ini, entah kenapa Watson juga terlihat kurang pintar, dan lebih emosional. Keberadaannya didominasi anak-anak kecil Baker Street tersebut yang mungkin terlihat lucu. Entah karena memang ceritanya seperti itu atau karena penulisannya, buku ini juga kurang membuat berpikir. 

Namun, di buku ini terdapat bagian-bagian unik, seperti sewaktu saya membaca buku ini, saya melihat beberapa huruf ada yang tiba-tiba besar dan beda sendiri terselip di tengah-tengah kata. Saya yakin itu adalah kode, dan saya sempat mengikuti huruf-hurufnya sampai 4 huruf. Namun, karena kebiasaan buruk saya yang selalu tertidur ketika membaca buku, saya lupa akan huruf-huruf itu dan akhirnya terlalu malas untuk mencari lagi dan tetap melanjutkan membaca dengan optimisme bahwa penulis akan menuliskan rangkaian huruf tersebut, dan saya juga berusaha menahan rasa ingin tahu dengan tidak membuka halaman akhir buku itu. Ternyata benar, huruf-huruf itu terangkai di bagian akhir buku menjadi sebuah kode yaitu Professor Moriarty Will Return. Saya tidak bermaksud membuat ini menjadi spoiler karena seperti yang kita tahu, professor Moriarty memang selalu hilang, muncul dan kabur lagi dengan suksesnya, jadi tidak heran jika dia tiba-tiba ia muncul lagi walaupun kabar sudah menyatakan ia mati.

Bagian unik lainnya dari buku ini adalah seperti wawancara antara Tracy Mark dan Michael Citrin dengan Sherlock Holmes di awal buku. Ada juga daftar kata-kata slang, dan cara membuatnya agar kita bisa belajar untuk membuat kalimat kode (#asik) tanpa bisa diketahui orang lain. Ada juga bagian belajar menarik kesimpulan dan seni penyamaran a la Sherlock Holmes. Di beberapa halamannya juga ada foto-toto dari film Sherlock Holmes and the Baker Street Irregulars, yang bahkan saya baru dengar. #norak

Orang berkemampuan rata-rata tidak tahu apa-apa yang lebih tinggi daripada dirinya. Tapi, orang berbakat selalu bisa menyadari suatu kegeniusan - Sherlock Holmes

By: Syakira Rahma

NB: Maaf kepanjangan, saya gangerti cara nulis resensi, hehe :P

Thursday, March 21, 2013

Rindu


(source)
Tidak biasa
Semua tiba hampa
Mengingatkanku bahwa
Aku rindu rasanya..
Angin menghembus jiwa
Hangat tajam sang surya
Harum menawan bunga
Merdu nada rimba
Sepertinya 
Aku rindu dia
 

Monday, March 18, 2013

Jiwana

Harmoni. Hal itulah yang bisa ditemukan jika kamu hidup di dalam sebuah danau yang berada di sebuah desa kecil bernama Brosa. Danau tersebut sangat mencolok karena bentuknya yang luas dan airnya yang berwarna hijau toska. Desa Brosa terletak di kaki gunung Adler, dan jika kamu mendaki ke atas gunung tersebut dan menengok ke bawah, kamu bisa melihat danau itu seperti sebuah mata di tengah-tengah desa yang rakyatnya rata-rata memiliki rumah bergenting coklat. Air di pinggiran danau itu berwarana hijau terang dan semakin ke tengah, airnya berwarna semakin gelap, menandakan kedalaman danau tersebut. Danau itu bernama Jiwana. Menurut kepercayaan rakyat Brosa, danau itu suci. Mereka menganggap ketenangan danau Jiwana adalah ketenangan desa Brosa.

Di dalam danau itu, kehidupan berjalan normal seperti biasanya. Ada beberapa jenis kehidupan di sana. Mulai dari makhluk-makhluk yang lebih senang berenang di dekat permukaan, begitu dekat dengan cahaya matahari dan dengan Dunia Luar. Ada yang lebih suka di lapisan tengah, terlalu takut untuk ke bagian atas, tapi juga tidak mau dekat dengan kedalaman. Hingga ada juga mereka yang senang berdiam diri di bagian dasar danau itu yang cukup dalam, tidak peduli akan gelap dan sunyi. Walaupun berbeda-beda seperti itu, namun dari situlah keteraturan tercipta. Tidak ada yang saling memperebutkan tempat, tidak ada yang saling bertabrakan, semua berjalan di tempatnya masing-masing. Itulah harmoni.

Ikan Kora merupakan salah satu penghuni lapisan tengah danau. Ikan Kora tergolong kecil, namun mereka memiliki kemampuan berenang yang sangat cepat. Bahkan mereka dapat mengalahkan ikan besar di lomba berenang tahunan danau Jiwana. Ikan Kora senang berada di bagian selatan danau Jiwana karena airnya lebih hangat dan mereka tidak perlu harus berada dekat dengan permukaan untuk mencari kehangatan. Di bagian selatan danau tersebut terdapat bukit yang menonjol cukup tinggi dari dasarnya namun tidak mencapai ke permukaan. Letaknya pas, tidak terlalu dekat permukaan dan tidak juga dalam. Sepertinya di sanalah tempat cahaya matahari paling bersinar dan paling menghangati air Jiwana. Karena demikian, di puncak bukit yang landai itu tumbuh berbagai macam tumbuhan laut yang berwarna warni. Jika di lihat dari jauh, mungkin bukit itu terlihat seperti kota Las Vegas di malam hari yang penuh lampu neon menyala warna-warni. Penghuni danau Jiwana menamakannya Bukit Istimewa. 

Seekor ikan Kora kecil berenang menuju tempat favoritnya, karang berwarna oranye besar yang paling menjulang di tengah puncak Bukit Istimewa. Dari puncak karang tersebut, ia bisa melihat seluruh Bukit Istimewa, dan juga melihat seluas mungkin danau Jiwana. Yang ia suka, ia bisa melihat lebih banyak cahaya matahari dari pada di bagian bukit lainnya. Terlebih lagi, ia bisa melihat sedikit bagian dari Dunia Luar. Ia pun melakukan hobinya lagi, menghabiskan waktu di atas karang oranye sambil menatap ke permukaan. Apa yang ada di luar mangkok air ini?

"Meli!" sahut temannya dari bawah karang oranye itu.
"Ah, Stu, kau merusak momenku," ujar ikan Kora kecil itu yang baru saja terbuyar lamunannya.
"Maaf, Mel. Tapi bukankah kau akhir-akhir ini terlalu sering melamun di sana?"
"Kau khawatir padaku, Stu?"
"Yah, kau kan temanku, aneh rasanya melihat kau bertatap kosong di sana. Mengerikan."
"Haha, tak usah mengkhawatirkanku seperti itu," sahut Meli seraya turun dari karang dan menghampiri Stu.
"Memang apa sih yang kau pikirkan?"
"Stu, apakah pernah terpikir olehmu, dunia di luar sana?"
"Ah topik itu lagi," nada Stu kesal. "Sudah kubilang, bukannya tak pernah terpikir olehku, tapi aku tidak mau memikirkannya. Kenapa? Karena bagaimanapun pula kita tidak akan pernah bisa ke sana, jadi mengapa repot-repot memikirkannya?"
"Nah itu dia, apakah terpikirkan olehmu bagaimana agar kita bisa ke sana? Pasti ada cara!" Nada Meli sangat bersemangat.
"Kenapa kau begitu terobsesi?"
"Matahari. Aku menyukai matahari. Ketika matahari menembus ke sini, tidakkah kau merasakan kehangatan? Kehangatan itu, Stu. Tidakkah membuatmu senang? Bahkan sepertinya Bukit Istimewa juga merasakannya, lihat semua tempat penuh warna-warni ini. Ajaib!"
"Kalau begitu, kenapa kau tidak menjadi makhluk permukaan saja? Kau bisa lebih dekat dengan matahari kalau kau mau," Stu menyindir.
Suasana hening sejenak, senyum bergairah Meli tiba-tiba hilang. "A...Aku.....takut," Meli sangat ragu mengucapkannya.
"Nah! Jadi tidak usahlah memikirkan hal itu lagi, itu tidak menyehatkanmu," kata Stu. "Aku pulang dulu. Kau harus segera pulang, Mel."
"Oh baiklah...," Meli menghela nafas.

Ia tidak bisa tidur di malam itu. Entah kenapa perasaannya terhadap matahari ini menjadi semakin kuat akhir-akhir ini. Ia membayangkan, kenapa ia diciptakan di kolam besar ini, bukan di luar? Apa yang salah dengan makhluk-makhluk di magkok air ini, mengapa mereka dikurung di sini? Keesokan harinya, Meli melakukan hal yang sama. Kali ini ia benar-benar tidak bisa menahan untuk tidak ke karang oranye lagi. 

Kalau begitu, kenapa kau tidak menjadi makhluk permukaan saja?
Meli tenggelam dalam lamunannya. Sebenarnya tidak ada hambatan untuknya berenang ke dekat permukaan. Alasan mengapa ikan-ikan Kora dan ikan bagian lainnya tidak mau ke bagian lain, itu hanya karena cerita turun temurun keluarga. Bagi siapa yang melanggarnya, katanya akan mendapatkan sanksi, karena telah merusak harmoni.

Kau bisa lebih dekat dengan matahari kalau kau mau.
Jantung Meli berdebar ketika teringat kata-kata Stu. Nafasnya cepat. Aku mau! Meli tidak lagi berpikir panjang. Ia pun segera menggerakan ekor dan siripnya ke atas, ke dekat permukaan. Cahaya matahari semakin hangat dirasakannya. Ia berhenti tepat dibawah permukaan.  Semudah itu, kenapa tidak dari dulu. Meli tersenyum puas.

Tiba-tiba, ada bayangan yang menutupi sinar matahari diatasnya. Bayangan manusia. Meli sudah pernah mendengar tentang manusia. Ada cerita yang baik maupun buruk. Ia tak tahu cerita yang mana yang benar, tapi ia merasa sedang berada dalam cerita yang buruk. Bayangan itu semakin besar, lalu air pun berguncang. Meli terpaku melihatnya, seolah tidak bisa bergerak. Namun kesempatannya untuk menjauh telah hilang. Sebuah benda berwarna hitam menyelimuti dirinya. Ia terjerat dalam sebuah jaring. Kejadiannya begitu cepat. Dunia Meli serasa berguncang dan berputar. Tiba-tiba ia mereasa tercekik, ia tidak bisa bernafas. Seluruh tubuhnya terasa seperti dikuliti, karena tidak lagi diselimuti oleh air.

Bayangan manusia itu, kini manusia sesungguhnya di hadapannya. Manusia itu menatapnya melalui celah-celah jaring hitam tajam yang menggores-gores sisiknya ketika ia semakin mengelak untuk lepas. Terlihat kecewa, manusia itu melempar Meli keluar dari jaring, lemparannya ke arah danau, namun malah membuat Meli menghantam tanah, dengan luka di sisiknya karena tergores jaring-jaring tipis yang tajam. Manusia itu membiarkannya tergeletak di tanah kering, ia menjauh dan melangkah meninggalkannya. Meli panik, tidak bisa bergerak, nafasnya habis. Matahari yang menjadi dambaannya itu kini menyiksa dirinya dengan panas terik, membakar lukanya. Ia menangis, sebelum ia pun mati, dan membusuk.

Monday, March 11, 2013

Why I Don't Need Superman

A Letter to Superman

Dear Superman,

Do you remember the first time you fly to me?
I was wondering..
Did God sent you for me?
Did God sent a strong man like you to protect me?
Or God was just testing me?

You're here, but not here
When i look into your eyes, you see scared faces
When i whisper to your ear, you hear cry for help
When i need you, the world needs you

You can't even tell the world that you love me
In fact i'm a part of the world
Or maybe yes,
I'm just jealous to the world!

But there's Clark

Clark who always there for me
Clark who always remember to bring my orange juice
Clark who always call me a taxi for my ride home
Clark who always do clumsy things
But I know

Behind that thick glasses
There's a strong man
So strong to keep his feeling
So strong to keep it pure
So strong to keep it strong
So strong to keep his heart beating for one girl

Until the right time
In the right place
He's the right man

He is Clark
Clark Kent who loves me
And I love him

Yes, I don't need you, Superman
 

Sincerely,


Lois Lane


*this is the effect after a marathon watching Superman movies from the oldest to the earliest :"D

Sunday, March 10, 2013

Sulit

Andai ku bisa membaca pikiran
Dan mengupas segala kenangan
Merekonstruksi bayangan
Melihat angan

Akankah ku lega
Mengetahui yang ada 
Atau malah merana
Menghadapi yang sesungguhnya

Apakah lebih menyiksa
Hidup dalam tanda tanya
Tapi itu kodrat manusia
Justru di situ kesenangannya

Ah..apalah pikiranku ini
Cuma terpancing emosi
Karena sulit menghadapi
Rasa ingin tau yang tinggi

Cepat

(source)
Ku melirikmu
Ternyata kau menatapku
Tatapan penuh pertanyaan
Menanti jawaban

Jangan..
Jangan menatapku
Aku malu
Kau tanpa ragu 

Berlari, kau berlari
Aku mengikuti
Tunggu..
Hanya ini mampuku
  
Sesaat aku lumpuh
Aku pun terjatuh
Sakit..
Mencoba untuk bangkit

Kini ku sulit tuk berdiri
Tapi kau masih berlari 
Cepat, kau terlalu cepat
Menyusul pun aku tak kuat 

Jangan tinggalkan aku
Terpuruk terpaku
Ingin ku menghentikanmu
Tapi itu bukan kuasaku

Waktu
Maukah kau menungguku?

Popular Posts